Melihat Penangkaran Kuda Laut Di Pulau Serangan

0
2416

REPORTASEBALI.COM – Kuda laut, salah satu biota laut yang saat ini dilindungi berhasil ditangkar dan dikembangkanbiakkan oleh kelompok nelayan di pulau Serangan, Denpasar, Bali. Seperti apa cara mengawinkan kuda laut ini?
 
Pulau Serangan yang hanya terhubung jembatan dari daratan di Kota Denpasar merupakan salah satu perairan yang menjadi habitat lokal kuda laut. Setidaknya, ada tiga jenis kuda laut yang menghuni wilayah perairan itu, diantaranya kuda laut duri atau hyppocampus histrix, hyppocampus kuda dan hyppocampus spotted yang bercorak polkadot.
 
I Wayan Patut, ketua kelompok nelayan Karya Segara yang berhasil membudidayakan biota karang tersebut mengatakan, dulu sebelum ditangkar populasi kuda laut sangat sedikit. Hal itu dikarenakan adanya perburuan liar. Bahkan harga waktu itu sangat murah, per ekor dijual Rp 1.000.
 
“Khawatir semakin lama populasinya berkurang, pada tahun 2007 kami membeli dari nelayan dengan harga lebih tinggi, Rp 5 ribu per ekor. Waktu itu kami dalam taraf percobaan dan hanya membeli kuda laut yang dalam kondisi hamil. Kami mencoba peluang baru waktu itu,” jelas Wayan Patut.
 
Untuk meminimalkan resiko, hewan karang yang dibeli Wayan Patut dilepas di keramba apung. Ini dimaksudkan agar penyesuaian dengan habitat baru lebih cepat ketimbang ditampung di bak atau akuarium. Setidaknya suhu air dan derajat keasaman air laut tetap menjaga kuda laut tangkaran itu tetap hidup. Dengan ditempatkan di karamba apung, Wayan Patut bisa mengamati perkembangan hewan terumbu karang yang ditangkarnya.
 
Pada perkembangannya, persoalan yang muncul ternyata bukan pada suhu air atau habitat baru si kuda laut, tapi jenis pakan. Karena setelah berhasil menetas, bayi-bayi kuda laut itu ukurannya hanya sebesar selembar ijuk, bahkan terlihat seperti kotoran sisa-sisa makanan atau serpihan lumut di dalam air.
 
Kalau diberikan makanan ikan pada umumnya, Wayan Patut memperkirakan bayi kuda laut itu tidak akan mampu bertahan. Ia kemudian mencoba meramu pakan sendiri yang dibuatnya dari kuning telur direbus setengah matang.
 
“Kuning telur direbus baru ditumbuk sampai halus, kemudian saya tebarkan. Hasilnya memang memuaskan. Tapi kendalanya, air berubah jadi kotor karena sisa makanan yang membusuk sehingga muncul bakteri. Kalau diteruskan dengan pakan kuning telur pasti tidak akan berhasil,” ujarnya menjelaskan.
 
Terlebih lagi, Wayan Patut akhirnya memutuskan untuk menampung bayi kuda laut di kolam pembesaran. Pertimbangannya, di bak penampungan, bayi kuda laut terpisah dari indukan sehingga bisa terfokus untuk pembesaran saja. Di bak penampungan dimaksudkan juga untuk menghindarkan dari predator atau pemangsa lain yang mengancam keselamatan bayi-bayi kuda laut itu.
 
“Setelah melalui proses panjang, pakan yang tepat untuk kuda laut dan bayinya adalah plankton. Plankton itu hidup dan bergerak. Dengan plankton, bayi kuda laut juga dirangsang untuk bergerak memburu makanannya,” jelas Wayan Patut.
 
 
Program Konservasi
 
Yang bisa dilihat saat ini, di lokasi penangkaran biota laut lucu itu, setidaknya ada sepuluh akuarium penangkaran. Wayan Patut memilahkan akuarium untuk kuda laut dewasa, bayi kuda laut dan telur kuda laut yang baru saja menetas.
Seperti dikatakan Patut, kuda laut jantan adalah kuda laut produktif yang menetaskan telur. Sehingga, yang terlihat yang hamil adalah kuda laut jantan bukan betinanya.
 
“Yang kelihatan perutnya besar memang kuda laut jantan. Karena jantan itu yang punya kantung. Gambarannya, betina punya telur kemudian dititipkan di kantung si jantan untuk dibuahi sampai menetas. Jadi, kelihatannya yang hamil yang jantan,” kata pria yang kerap bolak balik luar negeri dalam rangka membahas konversasi biota laut tersebut.
 
Upaya penangkaran hewan laut berkulit keras itu memang didasari untuk menyelamatkan populasinya yang kian hari kian menurun. Menurut Patut, program penangkaran itu punya tujuan untuk mengembalikan lagi populasi kuda laut ke habitat aslinya. Karena itu, kelompok nelayan di pulau Serangan tidak ada yang menjual kuda laut sebagai kebutuhan komoditi atau konsumsi.
 
Dari sisi ekonomi, mereka menjual program konservasi dalam bentuk paket wisata bagi wisatawan.
“Misi kita 3E, ekonomi, edukasi dan ekologi. Sisi ekonomi kita jual sebagai paket wisata, edukasi, orang bisa datang kesini melihat penangkaran kuda laut. Dan ekologi, kita kembalikan lagi kuda laut ke habitat aslinya,” jelas Wayan Patut.
 
Dari tahun 2009 sudah ribuan kuda laut dilepasliarkan kembali ke alamnya. Per minggu, jumlah rata-rata yang dilepas sebanyak 100-200 ekor. Sementara, stok kuda laut dewasa per bulannya mencapai 200-300 ekor.
 
Umur kuda laut menurut perkiraan Wayan Patut bisa mencapai 6-7 tahun. Di habitat aslinya, kelangsungan hidup kuda laut sangat bergantung dengan alam dan predator. Kerusakan terumbu karang akibat perburuan liar memberikan andil besar populasinya menjadi semakin berkurang.
 
Di wilayah pulau Serangan, biota laut yang berdiri melayang ini, hidup di perairan dangkal antara 10-15 meter dibawah permukaan laut. Di beberapa bagian wilayah, mereka hidup bergerombol di padang lamun dan bunga-bunga karang di kedalaman 25-40 meter dibawah permukaan laut.
 
Karena itulah, hewan laut ini dengan mudah dapat ditemukan dan diperdagangkan secara bebas di pasaran. Meski belum tentu, kuda laut ini sanggup bertahan hidup sebagai penghias akuarium tanpa tahu perawatannya dengan benar.
 
“Dengan konservasi ini setidaknya, pulau Serangan menjadi satu tempat untuk program pembelajaran. Inilah kekayaan kita, jangan sampai kekayaan ini dijual sehingga kita hanya tahu nama kuda laut saja tanpa tahu bentuknya seperti apa,” ujar pria yang juga memulai menangkar ikan-ikan langka yang kini mulai berkurang populasinya.
 
Ia sendiri tidak menampik masih banyaknya perburuan liar kuda laut di perairan pulau Serangan. Namun dengan diimbangi program konservasi, populasinya masih bisa diselamatkan atau tidak sampai benar-benar punah. (*)

Baca Juga :   Ubud Food Festival 2019