Bali Kembali Menuangakan Perdamaian menyadarkan Manusia Dalam Menjaga Lingkungan

0
831

REPORTASEBALI.COM – Diawali dengan perubahan diri sehingga bencana besar yang merugikan perdaban manusia tidak terulang kembali,” kata Inisiator atau Steering Committee (SC) Gema Perdamaian (GP) Ida Rsi Acarya Waisnawa Agni Budha Wisesanatha di Denpasar, Rabu (3/10).
 
Beragam sikap buruk yang telah dilakukan manusia telah menimbulkan malapetaka bagi peradaban manusia.
 
Setelah Erupsi Gunung Agung Tahun 2017, selanjutnya gempa bumi di Pulau Jawa bagaian Barat, Nusa Tenggara (Lombok Utara) maupun Pulau Sulawesi (Palu) tertimpa gempa bumi dan tsunami.
 
Pertanda itu sudah sepatutnya mampu mengingatkan manusia untuk evaluasi diri.
 
Dengan menyadari arti penting perdamaian, bukan hanya bergelut pada kehidupan ekonomi dan politik.
 
“Stop jadi manusia yang kurang baik, pergunakan hati nurani untuk melakukan yang lebih baik,” ujarnya.
 
Untuk itu, pentingnya melibatkan para orang suci dalam mencari solusi yang perlu ditempuh. Oleh karena nampak ada gejolak alam (Bhuana Agung) dan gejolak manusia (Bhuana Alit) dalam menghadapi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
 
Hal itu yang sering dilakukan oleh para pendahulu, bahkan mereka begitu sigap dalam mencari solusi apabila terjadi situasi dan kondisi yang kurang normal.
 
Sementara itu, SC Sudiarta Indrajaya menambahkan, terjadinya tragedi kemanusiaan yang tidak terduga ketika BOM Bali I dan II.
 
Peristiwa tersebut tidak pernah terbayang terjadi yang sangat mengejutkan di Bali.
 
Tragedi kemanusiaan yang memilukan ini memerlukan aktivitas yang dapat menciptakan suasana, menyejukan hati dan damai.
 
Dalam kondisi itu, pihaknya berupaya tetap kuat tegar memegang teguh ajaran benar sebagai nilai hakiki orang Bali yang ramah dan cinta damai.
 
Dengan demikian, kegiatan GP diharapkan sebagai sarana perenungan yang paling mendalam.
 
Bali yang sudah dikenal dunia akan keindahan alam, keunikan budaya dan kerahaman orangnya sehingga menjadi daya tarik para wisatawan dunia.
 
“Kelebihan ini patut kita jaga, bahkan orang lain (orang luar negeri) banyak memberikan apresiasi atas upaya kegiatan GP agar terus dilaksanakan,” ungkapnya.
 
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketut Darmika, Gusde Sutawa dan Jero Penjor.
 
Mereka mengharapkan Bali menjadi contoh dunia dalam menjaga perdamaian. Oleh karena damai itu bentuk yang paling berharga (mahal).
 
Implementasi dalam masyarakat tidak adanya ulah premanisme, kejahatan, pencurian maupun bencana alam.
 
Maka dari itu,, kekuatan doa pada hari puncak dapat memberikan vibrasi positif kepada kemajuan peradaban manusia.
 
Serta memperkuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan beragam suku, ras, agama dan sumber daya alam (SDA).
 
Sedangkan, Ketua Panitia GP XVI Kadek Adnyana didampingi Sekretaris Wahyu Diatmika menambahkan, sangatlah terasa bahwa peradaban saat ini berjalan didominasi oleh ego yang dibenarkan oleh arogansi rasionalitas dalam segala wujud ciptanya.
 
“Manakala kita hening dan berusaha mendamaikan diri, hati nurani dengan halus dan penuh kasih membisikkan bahwa bukan ini yang sebenarnya yang ingin kita ciptakan dan kita cari. Peradaban tanpa damai akan percuma. Damai adalah dasar yang paling hakiki” ujar Adnyana.
 
Menurutnya, bermodal perdamaian, hidup lebih bermanfaat dan terasa lebih indah.
 
Damai dengan alam, damai dengan sesama, dan damai dengan sang Pencipta.
 
Seperti diketahui, pada Tahun 2018 ini perhelatan GP dilaksanakan yang ke-16 kalinya, puncak acara GP dihelat di lapangan sisi Timur Monumen Bajra Sandhi mulai pukul 16.00 sampai dengan 21.00 Wita.
 
Acara yang akan melibatkan puluhan ribu orang ini akan dihadiri sejumlah pejabat pemerintah pusat, provinsi, kota dan kabupaten di Bali. Yang tak kalah penting kehadiran para suci, pendeta, biksu, ulama, tokoh – tokoh masyarakat da(dyu)

Baca Juga :   Gubernur Koster Usung Semangat Efisiensi pada Rakor Pemerintahan di Puspem Badung