REPORTASEBALI, DENPASAR – Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia Balinusa Operations mendukung penuh suksesnya pelaksanaan Presidensi G20 2022 dengan turut serta melakukan upaya nyata cara-cara penanganan sampah.
Sebagai tuan rumah, Bali harus bersolek dan wangi. Mengapa?. Sampah jelas membuat pemandangan sangat tak menarik dan jauh dari bau wangi. Disinilah CCEP Indonesia Balinusa membuat terobosan cerdas dengan melibatkan komunitas peduli lingkungan khususnya yang menangani sampah. Bahkan berharap sampah menjadi ‘sahabat’ bukan ‘penjahat’ bagi lingkungan.
“Tentu kami ingin juga berperan nyata mendukung suksesnya pelaksanaan Presidensi G20 Indonesia di Bali. Salah satunya dengan melibatkan komunitas peduli sampah agar sampah bisa menjadi ‘sahabat’ dan bukan ‘penjahat’ lingkungan kita,” ungkap Corporate Affairs Manager CCEP Indonesia Balinusa Operations, I Made Pranata Wibawa.
Apa yang disampaikan Pranata Wibawa seolah menyiratkan bahwa jika memperlakukan sampah dengan baik dan benar maka akan membawa kebaikan bagi lingkungan bahkan memberikan nilai ekonomi tinggi.
“Kita harus mendukung Bali dalam upaya melakukan berbagai penyesuaian untuk mengangkat kembali citra sebagai ikon pariwisata ternama dunia.
Sebagai tuan rumah Presidensi G20, salah satu poin penting yang harus segera ditangani di Bali, mencakup penanganan dan pengelolaan sampah,” ujar Pranata Wibawa.

Kontribusi nyata pada penanganan sampah di Bali, dilakukan CCEP Balinusa dengan menggelar ‘Coke Tour 2.0’ dengan tema ‘Komitmen Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat’ bersama jurnalis, Rabu (31/8/2022), di TPST-3R Seminyak, Kuta.
Kegiatan tersebut dilakukan mengingat belum maksimalnya pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Suwung sesuai kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019, dimana penyelesaian persoalan sampah akan dilakukan di sumbernya (desa-red).
Dalam Pergub Bali tersebut, seluruh desa di Bali didorong untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang implementasinya diproses oleh Tempat Pengelolaan Sampah berbasis 3R (TPS-3R).
“Kebutuhan untuk mengurangi pemrosesan sampah di TPA akan berhasil jika masyarakat sudah maksimal dalam menerapkan pemilahan sampah mulai dari rumah tangga dengan metode pengurangan penggunaan barang sekali pakal (reduce), pemanfaatan kemball barang yang masih bernilal (reuse), dan pengolahan sampah menjadi produk baru yang bermanfaat (recycle),” ungkapnya.

Namun efektivitas sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat Ini pun jika diamati masih menemui banyak kendala dalam penerapannya terutama perihal aktivitas pemilahan sampah pada sumbernya.
Edukasi dan Sosialisasi
Sisi edukasi dan sosialisasi juga berperan penting dalam tata kelola penanganan sampah. Pengetahuan, perilaku, serta ekspektasi masyarakat terhadap penerapan prinsip 3R harus sudah benar-benar dipahami terlebih dahulu yang dapat dijalankan berbarengan dengan penerapan sistemnya.
“CCEP Indonesia sebagai salah satu warga usaha yang beroperasi di Provinsi Bali menyadari bahwa sinergi, kolaborasi dan kontribusi merupakan aspek penunjang keberlanjutan usaha (sustainability),” jelasnya.
Strategi sustainability CCEP Indonesia di masyarakat (community) antara lain menginvestasikan waktu, keahlian dan sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup dan menumbuhkan itikad baik bersama komunitas melalui inisiatif lokal yang relevan dan selaras dengan berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.
“Sejalan dengan eksekusi dan tindakan nyata yang terus kami lakukan, salah satu upaya yang dapat kami lakukan dalam wujud membangun harmonisasi hubungan dan kerjasama positif bersama komunitas antara lain melalui wadah edukasi dan studi lapangan di komunitas, yang telah melakukan proses pengelolaan dan penanganan sebagai ‘Komitmen Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat’, tandasnya.
Kikis Budaya Nyampah
Komang Sudiarta, inisiator komunitas ‘Malu Dong’ mengusung ajakan untuk mengikis budaya nyampah.
Keberadaan komunitas ini semakin diterima di banjar-banjar yang menjadi komunitas masyarakat terkecil di Bali.
Komunitas peduli sampah yang namanya semakin populer di kalangan anak-anak muda Pulau Dewata ini, pelan namun pasti mulai berhasil mengubah perilaku warga yang awalnya gemar membuang sampah sembarangan.
“Kegiatan utama ‘Malu Dong’ memang membersihkan sampah. Tiap minggu kami melakukan aksi pembersihan sampah di pantai hingga pegunungan atau istilahnya Nyegara Gunung,” kata warga Banjar Tampak Gangsul, Denpasar ini.
Anggota ‘Malu Dong’ datang dari beragam latar belakang, seperti arsitek, pengacara, desainer, dan musisi. Mereka tanpa malu memungut sampah layaknya pemulung.
“Mereka menyediakan alat untuk memungut sampah dan karung untuk tempat sampah,” katanya.
“Bali terkenal sebagai tempat wisata tapi banyak sekali sampah. Harus ada yang turun ke lapangan untuk membersihkannya,” kata Om Bemo, sapaan akrab Komang Sudiarta ini.
Pihaknya selalu membawa bendera ‘Malu Dong’ yang begambar ekspresi wajah atau emoticon malu.
“Saya tidak mau mundur. Saya harus konsisten untuk membuktikan keseriusan saya membersihkan sampah demi anak cucu kita nanti,” jelasnya.
Berbasis Kearifan Lokal
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Refuse, Reduce, Recycle (TPST-3R) di Desa Adat Seminyak, Kecamatan Kuta adalah salah satu contoh cara pengelolaan sampah yang tepat.
TPST-3R Seminyak Clean yang berdiri tahun 2003 merupakan tempat pengolahan sampah berbasis kearifan lokal terpadu pertama yang dikelola secara mandiri di Bali dan juga di Indonesia.
TPST 3R Seminyak Clean berdiri di atas lahan seluas 15 are dengan status tanah 3 are milik desa adat dan 12 are milik Pemprov Bali, dengan status sewa.
“Saat ini TPST 3R Seminyak Clean berkembang amat pesat dengan jumlah pelanggan sekitar 1.800 orang,” ujar Ketua TPST-3R Seminyak Clean, I Komang Ruditha Hartawan saat menerima rombongan media ‘Coke Tour 2.0’.
Dikelola secara mandiri, TPST 3R memiliki armada 16 truk dan pick-up serta dua loader dengan tenaga kerja sebanyak 48 orang. TPST 3R Seminyak Clean mampu mengolah sampah hingga puluhan ton per hari. Total sampah yang dikelola tersebut sebagian besar sampah organik yang lalu diolah menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah anorganik dipilah serta dicacah kemudian dijual.
Hasil kompos olahan dijual kembali kepada semua jasa pariwisata yang punya taman di Desa Adat Seminyak, sedangkan hasil penjualan kompos maupun bank sampah dipakai menutup biaya operasional TPST 3R Seminyak Clean agar konsisten dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.
TPST-3R ini memiliki tugas melayani sampah di 478 rumah tangga dan 874 akomodasi wisata wilayah Seminyak dan sekitarnya. Ini tentunya bukan hal ringan dalam hal beban operasionalnya, tetapi melalui pengelolaan yang tepat maka semuanya dapat teratasi.
“Sumber dana kami dapat dari iuran masyarakat serta subsidi dari usaha-usaha besar seperti perhotelan dan penjualan kompos. Dengan pendapatan mencapai Rp180 juta per bulan, kami gunakan untuk membiayai operasional yang melibatkan 48 orang tenaga yang mengoperasikan armada pengangkut dan pengoperasian peralatan TPST,” jelas Komang Ruditha.
Dukungan dari Coca-Cola
Program ‘Beach Clean Up’ TPST 3R Seminyak mendapat dari dukungan Coca Cola berupa traktor, mesin pembersih pantai serta dana operasional. Hal ini sebagai bentuk sinergi dalam menjaga kebersihan lingkungan, tandas Ruditha.
Manfaat hadirnya TPST-3R ini tidak hanya dirasakan oleh warga dan pelaku usaha di empat banjar wilayah Desa Adat Seminyak, tetapi juga tetangga mereka di lingkungan Banjar Segara, Kuta, turut serta merasakannya. (Rio)