DENPASAR, REPORTASE BALI.ID – Kasus nasabah BRI asal Buleleng Nyoman Werdiasa terus berlanjut. Setelah beberapa kali sidang di PN Singaraja, majelis hakim memberikan kesempatan kedua belah pihak melakukan mediasi.
Maka ditentukanlah hakim mediator Ni Made Kushandari. Mediasi pun dilakukan pada Selasa (5/12/2023) kemarin. Namun mediasi tersebut justeru membuat nasabah yang adalah petani miskin asal Buleleng tersebut menangis. Kuasa hukum korban Gede Erlangga Gautama mengatakan, saat mediasi itu tampak sekali BRI tidak menunjukkan rasa empatinya terhadap korban yang adalah petani miskin, yang sudah menabung uang bertahun-tahun di BRI.
“Dalam mediasi, masing-masing pihak menyampaikan hal yang paling sederhana. Saat itu Werdiasa hanya meminta uangnya dikembalikan dan sistem harus diperbaiki. Ini permintaan yang sangat sederhana. Sebab di merasa tidak pernah memberikan PIN kepada siapapun. Bahkan dia juga tidak pernah mencatat nomor PIN baik di HP maupun di kertas. Dia hanya mengingat PIN itu dalam hatinya,” ujarnya saat dihubungi Jumat (8/12/2023).
Menurut Dega, panggilan akrabnya, permintaan itu sangat masuk akal. Sebab, dari jejak histori di HP, korban tidak pernah mengklik satu aplikasi pun yang berhubungan dengan tabungan uangnya di Bank BRI. Juga tidak pernah berhubungan dengan para pihak atau nomor rekening tujuan yang berjumlah tiga orang tersebut.
“Keluarga juga tidak, teman juga tidak, pernah simpan nomor Hp juga tidak, kenal juga tidak. Lalu tiba-tiba muncul notifikasi melalui SMS yang menerangkan bahwa uangnya sudah ditransfer ke rekening orang lain. Kalau begini yang salah siapa. Seharusnya sistem di BRI yang harus dibenahi,” ujarnya.
BRI tetap berlindung di balik Social Engineering. Padahal Social Engineering itu bukan urusan nasabah, tetapi urusan perbankan yang harus melindungi nasabahnya. BRI bisa cek jejak histori percakapan di Hp milik korban.
Korban Nyoman Werdiasa saat dikonfirmasi membenarkan media tersebut. Ia mengisahkan, saat mediasi, BRI sama sekali tidak menunjukkan rasa empati kepada dirinya, nasabah petani kecil dan miskin, yang sudah simpang uang bertahun-tahun di BRI. Saat itu perwakilan BRI dengan ekspresi yang dingin, pongah, merasa tidak bersalah dan merasa bukan urusan BRI dalam kasus ini. BRI menolak mentah-mentah permintaan ganti rugi uangnya.
“Saya hanya bisa menangis saat keluar dari ruang mediasi. Kami orang kampung tidak banyak berkata-kata. Uang yang hilang itu termasuk uang ibu saya yang sudah tua, yang dia kumpulkan dari kuli membersihkan cengkeh tetangga,” ujarnya sesegukan.
Ia mengisahkan, kondisi ini berbeda dengan BPD Bali yang dalam beberapa waktu lalu mampu mengganti uang nasabah dalam kasus yang kurang lebih sama. Bahkan, jumlahnya jauh melebihi uang nasabah BRI miliknya.
“Saya ikuti informasi ini melalui pemberitaan media. Kronologi kasusnya hampir sama. Di BPD Bali jumlahnya Rp 21 miliar lebih. BPD Bali akhirnya bayar ganti rugi. Apa mungkin yang jadi nasabah itu orang kaya, sehingga menjadi prioritas. Sementara BRI ini bank plat merah, besar, milik negara. Kerugian hanya Rp 248 juta,” ujarnya.
Kuasa hukum lainnya, Agus Eka Putra mengatakan, setelah mediasi gagal maka sidang akan dilanjutkan kembali dengan memeriksa pokok perkara yang sebenarnya. Pihaknya sudah menyiapkan bukti dan saksi yang cukup untuk membuktikan kebenaran kasus ini di hadapan majelis hakim.
“Kami sudah siapkan bukti dan saksi. Silahkan BRI buktikan di pengadilan nanti,” ujarnya. Bila BRI berdalih ini adalah Social Engineering maka BRI juga harus bisa membuktikan hal tersebut. Sebab, bila Social Engineering itu tanpa melibatkan korban, atau korban tidak berperan apa apa, maka kesalahan tersebut tidak bisa ditimpakan kepada korban. Kesalahan itu adalah sistem BRI yang bobol, yang menyebabkan kerugian uang korban. “Kami masih berharap pikiran baik dari BRI. Mohon pertimbangkanlah hal ini,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang nasabah BRI asal Buleleng bernama Nyoman Werdiasa kehilangan uang lebih dari Rp 240-an juta dalam waktunya hanya kurang dari 5 menit. Korban hanya menerima notifikasi melalui SMS dan email bahwa uangnya sudah ditransfer ke Bank Jago.
Ada pun penerima transfer berjumlah 3 orang yakni M. Mintarsih dengan nomor rekening 106300990144, I Gusti Ngurah Budiarta dengan nomor rekening 101860207054 dan Windi Purwati dengan nomor rekening 109845104767.
Korban merasa tidak mengenal orang-orang tersebut diatas dan tidak pernah memberikan user-name, PIN dan password kepada orang lain. Jangankan memberikan user-name, PIN dan password, korban bahkan tidak pernah mencatat nomor PIN di handphone miliknya dan hanya mengingatkan dalam hati.
Saat kejadian, korban juga tidak pernah klik aplikasi mencurigakan apa pun di handphone-nya. Korban mengetahui dana miliknya yang ada di BRI dicuri karena menerima notifikasi melalui SMS dimana ternyata uangnya sudah ditransfer kepada pihak lain yang tidak dia kenal dan tidak ada hubungan sama sekali dengan korban atau transfer berhasil pada hari sabtu malam. (MO)