REPORTASE BALI- Bali memperingati Hari Kondom Internasional yang jatuh pada 14 Pebruari 2025. Peringatan tersebut digunakan oleh Yayasan Kerti Praja (YKP) bekerja sama dengan AHF (AIDS Healthcare Foundation) Indonesia untuk melakukan sosialisasi penggunaan kondom secara masif di Bali. Selain itu juga digelar berbagai diskusi yang melibatkan para stakeholder terkait dengan tema Menuju Indonesia Bebas HIV. Sebelumnya, Tim AHF bersama Yayasan Kerti Praja mengadakan pertemuan khusus dengan perwakilan Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) Bali. Diskusi tersebut juga dihadiri Dr. Chhim Sarath (AHF Asia Bureau Chief), Deepak Dhungel (AHF Asia Advocacy & Marketing Manager), Asep Eka Nur Hidayat (Country Program Manager, AHF Indonesia), Nana Widiestu (Advocacy & Marketing Officer, AHF Indonesia).
Dalam pertemuan itu disepakati KJPA akan diberikan support AHF melalui YKP untuk mempromosikan Kondom sebagai pencegah penyebaran HIV dan AIDS di Bali. Menurut Chhim Sarath selaku AHF Asia Bureau Chief, gelaran peringatan Hari Kondom Internasional yang terpenting adalah menyusun langkah-langkah strategis berbasis masukan pemangku kepentingan yang dapat menjadi dasar bagi pemerintah dan pihak terkait dalam mengembangkan kebijakan dan program terkait penyediaan, promosi, distribusi, dan penggunaan kondom serta membangun sinergi antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, LSM, dan masyarakat untuk meningkatkan efektivitas program pencegahan HIV dan AIDS. “Kondom sangatlah penting digunakan untuk pencegahan penularan HIV dan AIDS di Dunia,” katanya.
Sementara itu Country Program Manager, AHF Indonesia Asep Eka Nur Hidayat menambahkan Kondom merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang efektif dan terjangkau untuk mencegah penularan HIV dan AIDS. Asep juga menanyakan terkait beberapa tantangan sosialisasi Kondom di Bali kepada KJPA dan Bidang Kemediaan KPA Provinsi Bali.
“Namun, dalam implementasinya, berbagai tantangan masih dihadapi, mulai dari stigma dan diskriminasi terhadap pengguna kondom, aksesibilitas yang terbatas, hingga distribusi yang tidak merata. Selain itu, promosi kondom sering kali terhambat oleh norma budaya dan nilai sosial yang menganggap pembicaraan tentang seksualitas sebagai hal tabu,” ujarnya.
Kepala Bidang Kemediaan KPA Provinsi Bali Yuniambara menegaskan bahwa terkait sosialisasi penggunaan Kondom sebagai alat pencegahan di kalangan masyarakat sangat sedikit kendala. Hanya saja sering terbentur aturan Pusat dan Hukum yang dibuat dari pusat. “Kita tidak alami masalah terkait sosialisasi Kondom di masyarakat. Karena adanya peraturan pusatlah yang menyebabkan kita di daerah harus berhati-hati melaksanakan sosialisasi,” ungkap Yuniambara. Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan sinergi antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, organisasi masyarakat sipil (LSM), dan masyarakat umum. Melalui pendekatan yang inklusif, penyusunan strategi yang relevan, dan pelibatan langsung para pemangku kepentingan, diharapkan penyediaan, promosi, dan distribusi kondom dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Sementara itu Dinda Kartika selaku Petugas Advokasi YKP mengatakan, peringatan hari kondom internasional juga dilaksanakan melihat perkembangan kasus HIV-AIDS di Provinsi Bali masih terjadi peningkatan. Sampai September 2024 jumlah kasus HIV sebanyak 31.361 kasus. Sejak tahun 2010 penularan HIV didominasi melalui transmisi seksual, mencapai hingga 91,4% dari seluruh kasus yang tercatat, terdiri dari biseksual 0,5%, heteroseksual 76,4%, dan homoseksual 14,5%. “Sesuai dengan hasil pemetaan 2018 jumlah pekerja seksual baik pekerja seks perempuan (PSP) langsung dan tidak langsung sangat tinggi yaitu sebanyak 2.369 pekerja seks perempuan. Temuan-temuan terutama hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2007 sampai dengan tahun 2017 menunjukkan belum berubahnya perilaku tidak aman pada hubungan seksual berisiko pada sebagian besar kelompok- kelompok populasi kunci. “Penggunaan kondom yang masih tergolong rendah pada kelompok populasi kunci menyebabkan tetap tingginya prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS),” ujarnya.
Hasil sero survey tahun 2018 pada PSP dan PSP TL oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar menunjukkan angka yang tinggi pada PSP 16% dan PSP TL sebanyak 5%. STBP 2015 melaporkan bahwa prevalensi IMS (infeksi gonore dan klamidia) sangat tinggi di kalangan PSP, PSPTL, waria dan LSL. Data secara nasional menunjukkan bahwa infeksi gonore 21,20% pada PSP-L, 9,67% pada PSP-TL, 12,22% pada waria, dan 12,72% pada LSL. Infeksi klamidia 32,26% pada PSP, 30,29% pada PSP-TL, 16,78% pada waria, dan 18,53% pada LSL.
Sifilis aktif antara 6,49% pada PSP-L, 2,16% pada PSP-TL, 2,68% pada LSL, dan 17,39% pada waria. Tingginya prevalensi ketiga IMS tersebut merupakan penanda biologis yang secara epidemiologis mengkonfirmasi bahwa perilaku seksual populasi kunci masih berisiko tinggi untuk tertular dan menularkan HIV.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar jumlah kasus HIV di Kota Denpasar sampai September 2024 sebanyak 16.216 orang. Yayasan Kerti Praja sudah melakukan penjangkauan pada kelompok LSL di Kota Denpasar sejak Tahun 2009.
Hotspot untuk LSL sangat sedikit di Kota Denpasar, sehingga penjangkauan lebih banyak dilakukan di media sosial (Grinder, Badoo, Mechat, Hornet). Hal tersebut menyebabkan beberapa klien belum mendapat informasi HIV dan pencegahannya secara lengkap.
Dalam menanggapi tingginya angka IMS dan HIV dari tahun ke tahun, serta belajar dari beberapa keberhasilan program sebelumnya, maka sejak tahun 2008 telah dirintis pengembangan program intervensi struktural untuk Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual (disingkat sebagai PMTS). Kota Denpasar telah melaksanakan program ini sejak tahun 2013. Program ini merupakan upaya pencegahan yang komprehensif dan terpadu melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta memberdayakan populasi kunci, khususnya pekerja seks perempuan, laki-laki, waria, dan LSL. Program ini terdiri dari empat komponen, yaitu peningkatan peran positif pemangku kepentingan di lokasi, komunikasi perubahan perilaku, manajemen rantai pasokan kondom dan pelicin, serta penatalaksanaan IMS. Program ini didukung oleh monitoring dan evaluasi untuk pelaksanaannya guna mencapai perubahan perilaku pada populasi kunci.