Diduga Langgar SOP, Pemilik SHM Diperiksa Propam Polda Bali dengan 17 Pertanyaan

0
85

DENPASAR, REPORTASE BALI– Propam Polda Bali terus menindaklanjuti laporan kuasa hukum Siti Sapurah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ipung atas dugaan Pelanggaran SOP yang dilakukan oleh penyidik di Polresta Denpasar dalam kasus penguasaan sertifikat hak milik (SHM). Terbaru, klien Ipung atau pelapor berinisial IGPW yang diperiksa oleh Propam Polda Bali, Senin (17/2/2025). Pemilik SHM yang disengketakan ini diperiksa selama kurang lebih 3 jam dengan 17 pertanyaan. Usai memberikan keterangan kepada polisi di Propam Polda Bali, IGPW menjelaskan jika dirinya ditanyakan tentang SHM, keabsahan kepemilikan SHM, ditanya tentang keberatan proses kasusnya yang terlalu lama hingga 8 bulan lebih. “Tadi saya sampaikan fakta-fakta, proses penyidikan yang terlalu lama. Sampai 8 bulan. Kemudian sertifikat tidak disita, hanya ditahan yang difoto copy. Terlapor sudah kuasai sejak tahun 2003,” ujarnya. SHM itu awalnya dititipkan kepada orang tua terlapor, yang merupakan paman kandung dari pelapor. Namun setelah paman kandung meninggal, terlapor tidak segera mengembalikan SHM tersebut kepada pemilik asli.

Sementara kuasa hukum pelapor, Ipung menjelaskan, pemanggilan kliennya untuk diperiksa di Propam Polda Bali sudah sebuah langkah maju aparat dari Propam Polda Bali. “Sebab minggu lalu saya yang dipanggil oleh Propam Polda Bali dan sudah diperiksa. Pekan ini giliran klien saya yang dipanggil. Ini semua kemajuan yang luar biasa oleh pihak penyidik Propam Polda Bali,” ujarnya. Yang lebih menarik lagi, dalam pemeriksaan terhadap kliennya IGPW, dirinya tidak terlalu intervensi dan tidak menjawab pertanyaan penyidik. Namun kliennya dengan gampang menjelaskan 4 hal pokok yang menjadi keberatan dalam proses penyidikan kasus kepemilikan SHM tersebut.

Pertama, IGPW mempertanyakan kenapa kasus ini begitu lama proses penyidikan yakni selama 8 bulan terhitung sejak laporan Dumas dinaikkan ke penyidikan. Kedua, dalam SP2HP yang diterima dari penyidik tanggal 9 Januari 2025, dijelaskan bahwa sertifikat yang akan disita adalah lahan dengan luas tanah 1094 meter persegi. Satunya seluas 1095 meter persegi. Ini adalah sesuatu yang fatal. Ketiga, penyidik tidak bisa menyita SHM asli dan yang disita adalah SHM Fotocopy. Ini sangat berbahaya bila kasus ini disidangkan oleh hakim karena hakim tidak mengantongi dokumen asli dan valid. Akibatnya, pemilik lahan bisa dikalahkan di pengadilan. Keempat, meminta kasus ini cepat selesai dan tidak berlarut-larut. Hal ini jelas, apakah SHM 4527 dengan luas 1095 meter persegi itu apakah sah secara hukum milik IGPW atau miliki terlapor. “Apakah SHM nomor 4527 dengan luas 1095 meter persegi ini adalah masih berhak atas nama klien saya IGPW dan kenapa sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka dan belum ditahan,” ujarnya.

Baca Juga :   Antropolog UI Salut Keberanian Koster Legalkan Arak dan Muliakan Budaya Bali

Seperti diberitakan sebelumnya, sengketa lahan dengan SHM Nomor 4527 atas nama IGPW seluas 1095 meter persegi di Jl By Pass Ngurah Rai, Gang Sari Segara Suwung, Kecamatan Denpasar Selatan telah memasuki tahap penyidikan di Polresta Denpasar. Laporan ke Propam Polda Bali terpaksa dilakukan karena ada indikasi penyidik di Polresta Denpasar memihak terlapor, tidak sesuai SOP, dan akan menyebabkan kliennya dirugikan. Ipung juga berharap agar masalah ini ditempuh secara kekeluargaan dengan cara mengembalikan SHM tersebut ke pemiliknya bernama IGPW. Sebab para pihak tersebut adalah para pewaris dari IGMR yang diketahui telah meninggal dua tahun lalu. Hingga saat ini SHM milik IGPW masih dikuasai terlapor dan penyidik tidak bisa menyita SHM yang asli.