DENPASAR, REPORTASE BALI- Kasus dugaan penipuan dan penggelapan puluhan PMI yang diduga melibatkan kampus STIKOM Bali dan kini sedang diproses oleh Polresta Denpasar langsung direspon DPR RI. Anggota DPR RI Komisi X Nyoman Partha langsung menemui salah satu korban yang sudah melaporkan kasusnya ke Polresta Denpasar bernama Rohani Martha Butarbutar (48). Nyoman Partha langsung bertemu korban dan meminta kronologi dan bukti-bukti yang dimiliki oleh korban.
Saat dikonfirmasi, Rohani Martha Butarbutar (RMB) menjelaskan, karena sangat membutuhkan uang hasil pembayaran ke STIKOM dan ke PT WDS, dirinya melihat postingan di media sosial soal sosok Nyoman Partha. “Saya melihat postingan di media sosial soal Pak Nyoman Partha yang sering cepat merespon persoalan masyarakat. Saya mencoba menghubungi Pak Nyoman Partha dan baru saya tahu kalau beliau adalah anggota DPR RI Komisi X. Saya minta bantuan ke beliau untuk membantu mengembalikan uang saya baik yang ke STIKOM maupun yang saya transfer ke PT WDS,” ujarnya di Denpasar, Minggu (25/5/2025). Ia mengakui jika dirinya sangat senang bertemu Nyoman Partha yang adalah anggota DPR RI Komisi X. Kepada Partha, korban memberikan banyak bukti transfer dan dokumen lainnya untuk meyakinkan jika dirinya adalah korban bersama puluhan tenaga kerja lainnya. Pihaknya juga meyakinkan bahwa banyak korban yang takut berjuang terutama korban asal Bali.
Sementara Nyoman Partha saat dikonfirmasi membenarkan jika dirinya sudah bertemu korban. “Ibu Rohani Martha Butarbutar menghubungi saya untuk berbicara kasus yang sedang dia hadapi. Ternyata yang menjadi korban bersama dengan Martha adalah sebanyak 45 orang awalnya. Lalu banyak yang mundur karena tidak sanggup menunggu kabar yang terlalu lama, sehingga tersisa 22 orang yang masih setia dan bertahan. Di antara 22 orang ini, ketika saya melihat namanya di grup WhatsApp, ternyata banyak sekali warga Bali, orang Bali namun mereka takut berjuang,” ujarnya. Dan yang melaporkan kasusnya ke Polresta baru 2 orang, yang salah satunya Martha.
Dari materi yang disampaikan oleh korban, baik berupa kronologi cerita, bukti-bukti surat, bukti transfer, kuitansi maka kesimpulannya adalah penipuan. Dalam bukti bisa diketahui jika job magang keluar negeri itu tidak ada. “Dari dokumen, bukti transfer, kuitansi, ada keterlibatan ITB STIKOM Bali. Ada bukti transfer yang dilakukan secara berulang-ulang ke rekening STIKOM Bali,” ujarnya. Kemudian ada banyak dokumen surat lainnya dengan login STIKOM Bali.
Partha juga menegaskan, korban ternyata telah melaporkan kasus dugaan penipuan tersebut ke polisi. “Saya meminta kepada aparat kepolisian, terutama Kapolda Bali agar kasus ini diatensi karena ada dugaan melibatkan institusi. Yang kedua, saya akan membawa kasus ini ke rapat di Komisi X karena kampus-kampus yang menyelenggarakan sangat banyak di Indonesia. Saya kuatir kasus serupa akan terjadi lagi di kampus lain di Indonesia,” ujarnya.
Pihaknya menjelaskan, Komisi X saat sedang membahas Rancangan UU Tentang Pekerja Migran. Pola dan modus seperti ini sudah sering terjadi. Ia menilai apa yang terjadi dalam dugaan keterlibatan Kampus STIKOM Bali ini sudah biasa terjadi. Misalnya, dari modus magang ke suatu negara, kemudian berpindah ke negara lain. Keanehan sangat kelihatan modus penipuan. Pertama, awalnya disampaikan bahwa akan kerja di Inggris, kemudian dikabarkan pindah ke Portugal, dan terakhir ke Polandia. Ini sudah tidak benar. Kedua, dimana pun kampus yang menyelenggarakan program magang maka pekerjaan yang ditekuni harus linier dengan disiplin ilmu yang diterima di kampus tersebut. Faktanya, di Kampus STIKOM Bali yang berbasis pendidikan IT, namun saat dikirim keluar negeri ternyata faktanya, para pekerja atau calon PMI itu diminta untuk bekerja di kebun anggur, pabrik dan bahkan ada yang dipaksa menjadi pembantu rumah tangga. Itu pun tidak terwujud. Ini adalah penipuan. Dalam RUU PMI, pihaknya sedang memperjuangkan agar setiap perusahaan resmi yang memiliki izin sebagai pengiriman PMI keluar negeri agar bisa menyetor dana talangan sebanyak Rp 5 miliar agar bila terjadi sesuatu, seperti yang terjadi di Bali ini bisa mengembalikan uang PMI dan tidak ada pihak yang dirugikan.