Permohonan Sertifikat Tanah di Serangan Mandeg, PT BTID Cuci Tangan, Warga Serangan Mohon Perlindungan Pemerintah dan akan Menggugat Bendesa Adat Serangan

0
58

DENPASAR, REPORTASE BALI- Perjuangan warga asal Desa Adat Serangan I Nyoman Kemuantara atau pemohon sertifikat tanah, bersama ahli waris Daeng Abdul Kadir yakni Siti Sapurah selaku pemilik tanah awal. Mereka datang untuk berjuang memperoleh sertifikat tanah di BPN Kota Denpasar tanpa henti. Sebelumnya, pada 28 Mei 2025 lalu, kedua warga Serangan ini sudah menemui BPN Kota Denpasar. Saat itu mentok karena BPN Kota Denpasar meminta untuk menghadirkan para pihak yang terlibat dalam proses Sertifikat Tanah di Serangan. Permintaan tersebut berhasil dipenuhi sehingga pada Jumat (20/6/2026), semua pihak yang berhubungan dengan tahan tersebut hadir. Mereka adalah Dinas Kehutanan, PT BTID, mantan Bendesa Adat Serangan, Lurah Serangan. Satu-satunya yang tidak hadir adalah Bendesa Adat Serangan yang sedang menjabat saat ini tanpa ada penjelasan lebih lanjut.
Keduanya bersama pihak terkait lainnya menemui BPN Kota Denpasar untuk mempertahankan alasan permohonan sertifikat tanah yang diduga dipersulit oleh BPN dengan alasan yang tidak jelas. Dalam audiensi kali ini warga Serangan diterima oleh Kepala Seksi Penetapan Hak BPN Kota Denpasar I Wayan Sukarya.

Menurut Ipung, dalam pertemuan kali kedua dengan BPN Kota Denpasar kali ini sifatnya mediasi dari awal sebab dalam pertemuan pertama terjadi deadlock karena BPN meminta menghadirkan para pihak untuk mendengarkan secara langsung. Setelah dipertemukan, Dinas Kehutanan Bali mengaku tidak ada masalah dengan tanah tersebut karena bukan hak miliknya. “Saat ditanya oleh BPN kepada Dinas Kehutanan, dengan tegas Dinas Kehutanan menjawab bahwa Tanah yang dimohon oleh I Nyoman Kemuantara itu jauh dari kawasan hutan dan bukan lahan milik Dinas Kehutanan berdasarkan SHM LHK tahun 2015,” ujar Ipung. Jawaban ini menarik, sebab jika bukan lahan milik Dinas Kehutanan yang diserahkan ke BTID, kenapa PT BTID menyerahkan lahan yang bukan miliknya ke Desa Adat Serangan? Kondisi yang sama ini akan terjadi pada 1,6 hektar tanah yang diserahkan oleh PT BTID kepada Desa Adat Serangan yang tidak jelas dan berpotensi akan terjadi persoalan hukum di kemudian hari. Bahkan, dalam salah satu point dokumen serahterima pada Februari 2019 lalu tersebut, PT BTID mengatakan tidak ikut bertanggung jawab bila di kemudian hari ada persoalan hukum yang akan muncul dalam urusan penyerahan tanah di Serangan. Tanah seluas 0,996 hektar tersebut juga bukan tanah reklamasi seperti yang disampaikan selama ini, sebab sebelah utara dari lokasi tersebut adalah lokasi kuburan Daeng Abdul Kadir. “Kalau bukan tanah reklamasi dan bukan tanah miliki Dinas Kehutanan, maka dari mana PT BTID menyerahkan lahan tersebut ke Desa Adat Serangan. Yang dia serahkan itu tanah siapa. Masa BTID menyerahkan tanah yang bukan menjadi miliknya. Aneh. Makanya sudah pasti ini adalah tanah milik warga Serangan yakni Daeng Abdul Kadir,” ujarnya.

Baca Juga :   Praperadilan Dimenangkan Polresta, Korban akan Laporkan Tersangka Soal Pencemaran Nama Baik

Dalam penjelasan saat dikonfirmasi oleh BPN Kota Denpasar, pihak BTID yang diwakili oleh stafnya menjelaskan, pihaknya hanya menyampaikan pesan dari atasannya yakni PT BTID bahwa BTID sudah menyerahkan lahan tersebut kepada Desa Adat Serangan. Karena Bendesa Adat Serangan yang menjabat saat ini tidak hadir dalam pertemuan makanya aneh karena orang yang menyerahkan yakni PT BTID hadir tetapi yang menerima yakni Desa Adat Serangan tidak hadir. Logikanya, kalau Dinas Kehutanan mengaku tidak memiliki lahan tersebut, dan kemudian pengakuan bahwa itu tanah reklamasi juga terbantah secara otomatis karena salah maka sudah pasti tanah tersebut adalah milik warga yakni Daeng Abdul Kadir.

Ipung meminta agar BPN mempelajari dokumen secara teliti. Dimana tanah tersebut bukan milik Dinas Kehutanan, bukan tanah reklamasi sehingga otomatis bukan tanah milik PT BTID. Sementara pihaknya memiliki dokumen lengkap karena tanah seluas 0,995 hektar are tersebut merupakan milik Daeng Abdul Kadir yang berlokasi di Banjar Dukuh, Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Bukti kepemilikan secara sah oleh Daeng Abdul Kadir dapat dilihat berdasarkan Pipil Nomor : 105 Klass II Persil 15c seluas 0,995 Ha akta jual beli nomor : 28/1957 yang dibeli dari Sikin pada tahun 1957. “Dokumen ini sangat jelas, pihak Dinas Kehutanan mengaku bukan miliknya, PT BTID tidak berhak menyerahkan lahan itu kepada Desa Adat Serangan karena bukan miliknya. Mau bukti apa lagi, para pihak sudah hadir, dan semuanya mengaku hal yang sama. Mau bukti apa lagi,” ujarnya.

Menurut I Nyoman Kemuantara, pihak Kehutanan saja tidak mengakui kalau tanah itu miliknya, terus yang dipersoalkan apa lagi. Ada bukti pipil dimana PT BTID menyerahkan tanah ke Desa Adat Serangan seluas 1,6 hektar. Ini akan menjadi persoalan baru. BTID menyerahkan 7,3 hektar kepada desa adat di Serangan. Namun kenyataan BTID hanya menyerahkann 5,6 hektar. “Kami sudah bersurat ke beberapa instansi terkait di Kota Denpasar. Kami memohon perlindungan hak masyarakat atas apa yang dilakukan oleh PT BTID,” ujarnya.

Baca Juga :   Wayan Koster Tolak Keberadaan Ormas Apa Pun Hadir di Bali, Bali tidak Butuh Ormas

Berdasarkan pertemuan dengan BPN Kota Denpasar hari ini maka semua sudah jelas, siapa yang memiliki tanah seluas 0,995 hektar tersebut. “Tadi BPN Kota Denpasar mengatakan bahwa mereka akan menampung semua masukan dan akan segera dilaporkan ke pimpinan. Kami berharap BPN setelah melihat semua dokumen dan keterangan, tidak ada lagi alasan untuk tidak mengeluarkan sertifikat,” ujarnya. Bila dalam waktu satu pekan ke depan tidak ada penyelesaian maka pihaknya akan melaporkan Bendesa Adat Serangan untuk diproses lebih lanjut.

Dalam pertemuan kali ini, Ipung membawa semua dokumen legal dan sah, yakni Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor:99/Pdt/1974 tertanggal 22 April 1975, Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 238/P.T.D/1975/Pdt tertanggal 3 Nopember 1975 yang menjelaskan bahwa tanah tersebut adalah milik Daeng Abdul Kadir dan Ipung sebagai ahli warisnya berdasarkan Pipil Nomor 105 Klass II Persil 15c seluas 0,995 hektar are dengan akta jual beli nomor 28/1957.

Kendala utama saat ini adalah BPN Kota Denpasar tidak bisa memproses pensertifikatan tanah yang dimohon I Nyoman Kemuantara dengan alasan karena ada surat dari Desa Adat yaitu Jro Bendesa sekarang, ada pelepasan tanah dari PT BTID, dari Dinas Kehutanan kepada PT BTID yang dimiliki desa. Namun semuanya sudah terbuka bahwa jika Dinas Kehutanan tidak memiliki lahan tersebut, bahkan lahan tersebut bukan dari lahan reklamasi.
Tanah itu bukan laut karena masih ada dalam kanal yang menjadi batas antara tanah milik PT BTID dan tanah warga. Dalam surat keberatan dari Desa Adat, dijelaskan bahwa tanah luas tanah yakni 99,5 are. Namun yang ada dalam sertifikat hanya 94 are. Berarti masih ada 5,5 are tanah milik warga. Namun yang dipahami BPN bahwa luas tanah itu hanya 94 are dan sisanya adalah laut. Bukti lain adalah hasil resume rapat tahun 2016 yang menjelaskan jika pihak PT BTID mengakui bukan tanah miliknya. “Saya ini pelakunya. Saya tahu betul sejarahnya. Di atas tanah tersebut sudah ada usaha, ada bangunan koperasi, ada tanam beton. Kalau memang itu milik PT BTID, kenapa tidak ada upaya hukum saat ini atau pun pembicaraan secara kekeluargaan yang menegaskan jika tanah tersebut milik PT BTID. Dan PT BTID tidak mungkin melepaskan begitu saja tanah miliknya dipakai orang lain. Begitu juga pihak Kehutanan. Dari tahun 2016 sampai sekarang tidak ada yang mengklaim bangunan di atas tanah tersebut,” ujarnya.

Baca Juga :   Hakim Tolak Eksepsi Bos Hotel Kuta Paradiso