TABANAN, REPORTASE BALI- Desa Jatiluwih akan kembali menjadi sorotan dunia lewat Jatiluwih Festival VI, perayaan budaya yang hidup dari tanah, air, dan semangat masyarakatnya. Setelah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (2012) dan mendapat predikat Desa Terbaik Dunia dari UN Tourism (2024), Jatiluwih tak hanya menjaga tradisi, tapi juga merintis masa depan.
Kepala Pengelola Desa Wisata Jatiluwih John K. Purna mengatakan, festival ini mengangkat nilai Subak, sistem irigasi komunal yang menjadi simbol harmoni ekologis Bali. Subak tak hanya mengairi sawah, tapi juga menyuburkan filosofi hidup Tri Hita Karana, keseimbangan manusia, alam, dan spiritualitas, yang menjadi dasar pembangunan berkelanjutan di desa ini.
Pengunjung akan disambut oleh tarian maskot Desa Jatiluwih, pertunjukan seni kontemporer, serta Launching Coustum Carnival Jatiluwih Dewi SRI dan JATAYU serta lokakarya budaya seperti membuat laklak, kopi sangrai, dan lelakut jerami. “Lebih dari tontonan, festival ini menjadi ruang interaksi budaya yang mendalam dan mengedukasi,” ujarnya, Rabu (16/7/2025).
UMKM lokal turut ambil bagian dengan menyuguhkan kuliner khas dan produk kerajinan. Di sinilah budaya menjadi daya hidup ekonomi, tradisi menjadi peluang, dan desa menjadi pusat inovasi berkelanjutan.
Dengan target lebih dari 4.000 pengunjung dari berbagai negara setiap hari, Jatiluwih Festival VI menunjukkan bahwa Bali yang lestari dan mendunia bukan sekadar impian. “Kami ingin membangun harapan dari akar kami sendiri,” ujar John Ketut Purna.
Festival ini bukan hanya ajakan untuk datang, tapi seruan untuk ikut menjaga, karena masa depan Bali dimulai dari desa-desa yang setia merawat nilai.