DENPASAR, REPORTASE BALI– Siang itu, di sebuah warung kecil di pasar ikan Kedongan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Sekelompok turis asing baik laki maupun wanita diusir oleh seorang ibu parubaya pemilik warung di dalam pasar ikan Kedongan. Dengan suara tegas dan dalam bahasa Inggris seadanya ibu parubaya itu mengusir beberapa turis asing baik laki maupun perempuan. Melihat kejadian ini, media ini menghampiri ibu Wayan untuk basa basi sekedarnya memperoleh informasi kenapa rombongan turis itu diusir. “Ya, saya suruh mereka keluar dari warung saya, karena mereka tidak belanja, hanya membeli segelas es teh, kemudian duduk berjam-jam, ngobrol pacaran berjam-jam. Kan menghalangi pelanggan lain yang mau makan disini. Dan ini sudah biasa saya usir karena sudah biasa,” ujarnya.
Untuk di Bali, ini pemandangan yang sungguh miris. Bali adalah destinasi pariwisata terbaik dunia, fasilitas atau infrastruktur pariwisata juga berstandar internasional. Namun, kian hari dipenuhi wisatawan mancanegara (wisman) berkelas sandal jepit alias receh. Wajah wisata Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia di mata dunia perlahan mulai tercoreng dengan aksi brutal para turis asing. Selain receh, para turis ini juga mengambil alih pekerjaan masyarakat lokal seperti driver, rental kendaraan bermotor, salon, hingga prostitusi dan pengedar narkoba. Tidak jarang turis di Bali akhirnya jadi gembel, mengemis di jalanan, menggunakan sepeda motor dengan pakaian yang tidak sopan.
Pengalaman diusir seorang ibu pemilik warung di Bali membuat beberapa awak media menelisik lebih jauh dan salam. Dan benar adanya. Rombongan wisman kelas receh berjumlah empat orang terlihat belanja di sebuah toko kelontong di kawasan pasar ikan Kedonganan. Sepintas terlihat mereka ingin membeli buah. Beberapa yang lain malah masuk ke dalam pasar ikan yang penuh lumpur dan bau amis.
Namun, mirisnya terdengar suara tawar menawar yang alot antara para wisman dan penjual. Mereka berempat menawar hingga harga terendah dan hanya membeli beberapa buah. Tak seperti warga lokal yang membeli sekilo atau pun dua kilo gram buah.
“Inilah wajah pariwisata Bali, banyak bule seperti ini. Sering belanja di pasar tradisional dan banyak nawarnya,” kata Ibu Wayan kepada beberapa awak media , Kamis (13/2/2025).
Pemandangan serupa terlihat di warung bakar ikan tak jauh dari toko kelontong itu. Kali ini, kejadian dilakukan oleh rombongan wisman lainya. Mereka berjumlah sekitar enam orang asing. Mirisnya, rombongan bule itu tak berbelanja di warung jasa bakar ikan tersebut. Hanya satu orang yang bakar ikan dan makan di situ. Beberapa rekannya justru hanya duduk nongkrong sembari bercerita.
Bahkan yang bikin pemilik warung kesal, para turis ini membeli minuman dari luar membawa masuk ke warung tersebut. Padahal di lokasi itu tersedia minuman berbagai jenis. Kesal dengan ulah bule, pemilik warung akhirnya mengusir juga mereka. “Hanya satu yang belanja di sini tapi rombongan duduk di sini ngobrol berlama lama. Yang bikin kesal beli minuman dari luar terus dibawa minum di sini. Lebih baik diusir,” kata pelayan warung tersebut. Dua fakta terbaru di Kedonganan Jimbaran, menunjukan pariwisata Bali tak baik-baik saja. Wisatawan receh mendominasi kunjungan turis asing ke Bali. Pemerintah dan pelaku wisata Bali harus segera bertindak mencari solusi.
Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali Wayan Puspa Negara saat dikonfirmasi Sabtu (15/2/2025) mengatakan, kondisi Bali seperti itu memang benar adanya. Ia menjelaskan, di seluruh dunia ada 4 type tourist yakni Backpacker, Midlelow, Midleup dan Jetzet. Semua jenis tourist ini ada di seluruh dunia dan destinasi dunia dimana saja, tetapi jumlah mereka bisa banyak karena kurs dollar. “Khusus di Bali, class Backpacker ini sudah biasa datang bahkan mereka adalah repeater guest, jadi memang semua tergantung kita, pemerintah, pemangku, kepentingan, unit teknis, mau saring mereka atau tidak. Cara menyaring bisa seperti Negara Buthan jumlah tourist dibatasi. Kita di Bali masih menunggu mass tourist, jadi seperti ini yang datang saat ini bisa diseleksi. Saatnya Bali menuju Quality tourist dengan memperkuat kualitas destinasi dan sumber daya manusia, dan ini bisa dilakukan dengan kebijakan pemerintah setempat,” ujarnya.