Warga NTT di Bali Sering Tercitra Negatif di Medisos, Teras Dialog Rumah Sinergi Bahas Kredibilitas Konten Media Sosial di Bali

0
109

DENPASAR, REPORTASE BALI- Tema tentang tindakan kriminal yang dilakukan warga NTT di Bali seperti tidak pernah habis dibahas dan diselesaikan. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya konten dari berbagai platform media sosial seperti Facebook, Twitter, IG, Tiktok, Line dan seterusnya yang selalu menempatkan orang NTT di Bali sebagai etnis yang meresahkan masyarakat. Namun kondisi ini diperparah dengan berbagai komentar negatif di berbagai platform media sosial yang cenderung memperkeruh suasana dan menggeneralisir seluruh etnis NTT di Bali sebagai penyebab utama berbagai tindakan kejahatan di Bali.

Menyikapi hal tersebut, Rumah Sinergi Teras Dialog menggelar dialog bertajuk “Kredibilitas Konten di Media Sosial”. Dialog ini melibatkan puluhan awak media dari berbagai online, pegiat media sosial, para tokoh asal NTT di Bali seperti pembina Flobamora Bali Yusdi Diaz, Ardi Ganggas, Sekretaris Umum Flobamora Bali Valerian Libert Wangge, dan jajarannya, para pelaku pariwisata, unsur dari Polda Bali, digelar Rumah Sinergi di Jalan Tukad Musi I No. 5, Denpasar. Dialog bersama insan media ini dilaksanakan sebagai respons atas maraknya konten menyesatkan di media sosial yang kian masif beredar di tengah masyarakat.

Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Emanuel Dewata Oja, hadir sebagai salah satu pemantik diskusi. Ia menegaskan bahwa derasnya arus media sosial di era digital saat ini sudah tidak dapat dibendung. Media sosial bahkan telah menjadi garda terdepan dalam penyebaran informasi, baik yang berbasis fakta maupun hoaks. “Media sosial kini lebih cepat dari media arus utama. Masalahnya, kecepatan itu sering kali tidak dibarengi dengan verifikasi yang memadai,” kata Edo, sapaan akrab Emanuel Dewata Oja, yang juga merupakan Asesor Dewan Pers.

Baca Juga :   3 Trayek Baru Angkutan Perintis, Buka Akses ke Wilayah Terisolir di Bangli

Di hadapan para wartawan, ia menyoroti fenomena di mana sebagian jurnalis justru memilih cara instan dalam mencari ide berita dan melakukan verifikasi, yakni dengan hanya mengandalkan sumber dari media sosial. Menurutnya, praktik tersebut berpotensi menggerus kualitas dan kredibilitas karya jurnalistik.

Teras Dialog ini juga menjadi ruang klarifikasi atas beredarnya konten di media sosial yang menyeret nama dua tokoh diaspora Flobamora Bali, yakni Yusdi Diaz dan Ardi Ganggas. Keduanya sebelumnya muncul dalam unggahan viral saat menemui pelaku pelanggaran lalu lintas. Niat baik yang dilakukan orang tua Flobamora tersebut justru mendapat respons negatif dari sebagian warganet. Foto mereka dibagikan ulang dengan narasi yang cenderung menyudutkan dan menimbulkan kesalahpahaman.

Yusdi Diaz yang juga bertindak sebagai moderator diskusi menyayangkan fenomena tersebut. Meski demikian, ia mengakui bahwa di era media sosial, niat baik tidak selalu diterima secara positif oleh publik. “Saya memahami bahwa tidak semua tindakan baik akan direspons baik pula oleh netizen. Namun, inilah realitas media sosial yang perlu disikapi dengan bijak,” ujarnya.

Sementara itu, Ardi Ganggas yang juga menjadi sasaran komentar negatif menilai fenomena tersebut sebagai bentuk bahaya sosial. Mantan Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Denpasar ini menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis bencana yang perlu menjadi perhatian bersama.

“Ada bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Penyebaran hoaks di media sosial termasuk bencana sosial yang dampaknya sangat luas dan berbahaya,” tegas Ardi.

Senada, Sekretaris Flobamora Bali, Varis Wangge, turut menyayangkan kejadian tersebut. Ia menyebutkan bahwa upaya penyelesaian secara internal sebenarnya telah dilakukan untuk mencegah kesalahpahaman, terlebih jika menyangkut para orang tua dalam komunitas Flobamora. Saat ini jumlah warga NTT yang terdata dalam Flobamora Bali sebanyak 11 ribuan orang. Namun total warga NTT di Bali sesungguhnya sebanyak 60 ribuan orang. “Artinya ada sekitar 30 ribuan orang yang tidak terdaftar, tidak terdata, dengan baik. Lalu apakah seluruh kejadian yang ada harus menjadi tanggung jawab orang Flobamora Bali. Ini yang menjadi pertanyaan. Dan kami sebagai sebuah organisasi tidak bisa mengurus semuanya,” ujarnya.

Baca Juga :   Pasar Gelap AMDK Di Bawah 1 Liter Mengancam Bali, Pemerintah Wajib Bangun Air Isi Ulang di Ruang Publik

Melalui dialog ini, para narasumber berharap masyarakat, jurnalis, dan pengguna media sosial dapat semakin kritis, beretika, serta bertanggung jawab dalam memproduksi dan menyebarkan informasi di ruang digital.

Turut hadir dan memberikan pencerahan dalam diskusi ini, Baintelkam Mabes Polri, Kombes Pol. Dwi Wahyudi Sik. Dikatakan, penyebaran hoaks dapat memicu keresahan, memecah belah persatuan, bahkan berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Kami mengimbau masyarakat agar lebih bijak dan cerdas dalam bermedia sosial, selalu memverifikasi kebenaran informasi sebelum membagikan, serta tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang belum jelas sumbernya,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa Polri terus melakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan informasi palsu. “Penegakan hukum akan dilakukan secara profesional dan terukur, namun yang paling penting adalah peran aktif masyarakat dalam memerangi hoaks dengan literasi digital yang baik,” pungkasnya.