REPORTASEBALI.COM – Bendesa Adat Kerobokan, Anak Agung Putu Sutarja mengatakan, ritual penyucian diri itu selalu dilakukan bersamaan dengan tiga desa Adat.
“Ini sudah terjadi secara turun temurun. Kami dari tiga desa Adat selalu melaksanakan Melasti secara bersamaan, pada hari yang sama dan itu tidak boleh dipisahkan,” jelas Anak Agung Putu Sutarja.
Banyaknya warga yang akan mengikuti ritual itu, menurut Sutarja, membutuhkan kesigapan dari aparat keamanan serta pengamanan adat, pecalang. Jarak yang ditempuh menuju pantai Petitenget sejauh 11 km.
Dalam Melasti itu sejumlah Pretima atau Benda Pusaka milik desa adat ikut dibawa untuk disucikan dilaut. Prosesi Melasti sendiri diawali dengan berbagai kegiatan diantaranya Pesamuan Idangan yang dipersembahkan kepada dewa.
“Pesamuan idangan itu disertai dengan penyembelihan hewan ternak seperti ayam dan itik serta anak babi,” jelas Anak Agung Putu Sutarja.
Di akhir acara, warga melalukan ritual Ngurek atau menusuk diri dengan sebilah keris. “Keunikan ini biasanya cukup menarik wisatawan asing untuk mengikuti atau melihat jalannya upacara Melasti,” jelasnya.
Tiga Desa Adat yang melaksanakan Melasti secara bersamaan memiliki tugas dan peran masing-masing. Karena itulah, menurut Sutarja, Melasti di pantai Petitenget tidak bisa dipisahkan antara satu desa dengan desa lainnya.
Peran Desa Adat Padang Sambian yakni membuat dan mengusung banten atau sesajian Loloan. Desa Adat Padang Luwih membawa babi dan Desa Adat Kerobokan membuat sarana Upakara Pesamuan. (Dayu)
Upacara Melasti Desa Adat Kerobokan Dipusatkan di Pantai Petitenget
Baca Juga : Wisatawan Asing Nikmati ‘Spiritual and Cultural Center’ Di Suarti Boutique Village (SBV)