
DENPASAR – Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Bali melalui Bidang Hikmah, Politik, dan Kebijakan Publik sukses menyelenggarakan Diskusi Publik bertajuk “Muda Bersuara: Bali Menuju Swasembada Pangan, Mampukah?” Acara ini digelar di Taman Kopi Bali, Jalan Jaya Giri XI No.1, Kota Denpasar, Kamis 21 November 2024.
Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka yang ahli dalam bidangnya, yaitu: Eko Yudi Miranto (Manager SCPP BULOG Kanwil Bali), I Gede Arie Mahendra Putra (Dosen Teknologi Pangan Universitas Udayana), Septian Wahyu Firmansyah (Konsultan Agribisnis dan Pertanian).
Diskusi dipandu oleh moderator Nauval Azhar Romadhoni, kader IMM Denpasar, dengan melibatkan berbagai penanggap dari organisasi mahasiswa lintas institusi. Terpantau peserta sangat antusias mengikuti jalannya diskusi dan mengikutinya secara seksama.
Ketua Bidang Hikmapol DPD IMM Bali, Ahmad Ardino menjelaskan bahwa diskusi ini bertujuan untuk menggali peluang dan tantangan Bali dalam mewujudkan swasembada pangan. Khususnya di tengah dinamika keterbatasan lahan akibat urbanisasi dan tantangan perubahan iklim.
“Kami menganggap swasembada pangan ini sangat penting, oleh karena itu IMM hadir untuk membuat forum diskusi ini dengan melibatkan berbagai pihak utamanya anak muda,” ungkapnya.

Ia menyebut, Bali harus menjadi daerah yang mampu untuk menjaga ketahanan pangan. Pasalnya kebutuhan bahan dasar pokok tersebut seiring berjalan dengan kebutuhan pariwisata yang semakin meningkat.
“Peran stakeholder sangat dibutuhkan dalam hal ini, agar ke depan tidak ada tumpang tindih kebijakan dalam upaya mewujudkan swasembada pangan di Bali,” jelas Ardino.
Septian Wahyu Firmansyah menegaskan pentingnya keberpihakan pada sektor agribisnis dan petani sebagai ujung tombak ketahanan pangan nasional. Caranya dengan menciptakan ekosistem yang mendukung kesejahteraan petani melalui akses pasar yang adil, teknologi modern, dan kebijakan yang pro-produksi.
“Sejahterakan pelaku agribisnis, untungkan petani. Jika sudah sejahtera dan petani untung, produksi pasti akan makin bertambah, swasembada pasti tercapai,” ungkapnya.
Menurutnya, Bali telah menunjukkan potensi besar dalam mendukung hal ini melalui surplus pangan tertentu, seperti beras dan umbi-umbian, yang dapat menjadi model keberhasilan agribisnis nasional.
Sementara itu, I Gede Arie Mahendra Putra mengatakan bahwa kita harus mengetahui indikator yang digunakan dalam menentukan swasembada pangan pada suatu daerah, karena berbicara tentang pangan itu merupakan hal yang luas apabila dikaitkan dengan definisi pangan itu sendiri.
Namun menurutnya, apabila dilihat dari Data Beras Pada Tahun 2022 sudah menunjukkan bahwa Bali berhasil memenuhi kebutuhan pangannya untuk beras.
“Dengan angka ketersediaan mencapai 456.933 ton, jauh melampaui Angka kebutuhan sebesar 98.087 ton menurut Data Dinas Ketahanan Pangan yang dikutip dari Satu Data Indonesia Provinsi Bali,” ungkapnya.
Namun, perjalanan Bali menuju swasembada pangan yang berkelanjutan tidak terlepas dari tantangan. Ia menyebut, alih fungsi lahan pertanian akibat urbanisasi dan ekspansi sektor pariwisata menyebabkan penyusutan lahan sawah.
“Hal ini juga berefek pada ketersediaan pangan itu sendiri, padahal apabila ingin meningkatkan pariwisata juga bisa berbasis pada pertanian, dengan meningkatkan agrotourism, sehingga sustainability dari pertanian berbasis pariwisata dengan menyelipkan budaya juga dapat dikembangkan,” ujarnya.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, diharapkan Anak Muda bali lebih aware dengan pertanian dengan terus mengembangkan inovasi teknologi dalam sektor pertanian. Seperti pengembangan teknologi pertanian berbasis smart farming yang harusnya mulai diterapkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian.
“Diversifikasi pangan lokal juga menjadi prioritas. Ditambah lagi, sistem subak yang berbasis budaya lokal tetap berperan sebagai pilar utama dalam menjaga keberlanjutan pangan di Bali,” jelasnya.
Melalui langkah-langkah tersebut, I Gede Arie Mahendra Putra meyakini Bali tidak hanya berpotensi menjadi provinsi swasembada pangan tetapi juga contoh keberhasilan integrasi modernitas dan tradisi dalam mendukung ketahanan pangan nasional. rls