Bali di Persimpangan Energi : LNG Jadi Solusi di Tengah Tingginya Emisi Karbon

0
73

DENPASAR, REPORTASE BALI– Isu mendesak mengenai kebutuhan energi bersih di Bali menjadi fokus utama dalam Pekan Iklim Bali Tahun 2025 yang akan berlangsung pada 25-30 Agustus 2025. Acara besar ini akan diadakan untuk pertama kali di Indonesia, Pekan Iklim Bali 2025 hadir untuk mempertemukan pemimpin daerah, pegiat iklim, organisasi non pemerintah, pendana dan investor, serta publik untuk bersama mendorong aksi iklim yang kolaboratif, inovatif, dan berdampak.

Kali ini, berfokus untuk mendukung dan menyuarakan peran kunci dari pemimpin iklim daerah dalam menjembatani ambisi global menjadi aksi lokal yang nyata dan tepat guna. Dimana akan menghadirkan sejumlah tokoh penting nasional, di antaranya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah Indonesia Agus Harimurti Yudhoyono, Bima Arya Wakil Menteri Dalam Negeri, Gubernur Bali Wayan Koster, serta Gubernur Sumatera Barat Mahieldy Ansharullah.

Salah satu topik yang paling mencuat adalah kebutuhan mendesak Bali terhadap energi berbasis Liquid Natural Gas (LNG) sebagai bagian dari transisi energi menuju sistem kelistrikan rendah emisi.

Menurut Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, Ketua CORE Universitas Udayana mengatakan, Bali saat ini hanya membutuhkan tenaga pembangkit listrik dari gas atau LNG. Ia menyebutkan beberapa alasan kenapa Bali sangat membutuhkan pembangkit dari gas. Pertama, saat ini Bali memproduksi lebih dari 3 juta ton karbon CO2 atau bahkan sampai puluhan juta gas karbon yang mencemari Bali. Jumlah emisi ini dihasilkan terbesar dari pembangkit listrik tenaga fosil yang ada di Celukanbawang, Pemaron, Indonesia Power di Pesanggaran Denpasar dan beberapa pembangkit listik kecil lainnya. Produksi emisi di Bali terbanyak kedua berasal dari transportasi. Kedua, energi baru dan terbarukan yang lainnya seperti tenaga surya, tenaga air, tenaga angin tidak begitu optimal di Bali karena beberapa faktor penyebab antara lain luasan lahan yang diperlukan dan pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak menunjang. “Saat ini yang paling dibutuhkan di Bali adalah energi yang berasal dari gas atau LNG. Gas itu rendah emisinya, perputaran lebih cepat sehingga lebih efisien dan rendah emisi. Kalau dengan fosil maka pembakarannya menghasilkan emisi yang tinggi,” ujarnya.

Baca Juga :   HPI Wadah Pewarta Lintas Sektor

Bali saat ini membutuhkan pembangkit listrik yang besar karena kebutuhan listrik terus meningkat. Dan kalau untuk transisi energi yang paling efektif adalah gas atau LNG, setelah itu baru hidrogen. Hanya hidrogen yang bisa menggantikan LNG namun prosesnya masih panjang. Sementara yang dibutuhkan Bali dan mendesak adalah LNG. Bali belum punya bahan baku lain untuk kebutuhan listrik.

Saat ini Bali harus membangun pasokan listrik 1250 MW sampai tahun 2030. Dan sumber ini masih disiapkan dari PLTG atau LNG. “Kalau di Sumatera dan Kalimantan mereka fokus ke Batubara karena mereka memiliki sumber daya alam Batubara. Sementara Bali memang difokuskan untuk PLTG atau LNG. Itulah sebabnya, Pemprov Bali diminta untuk mendorong pusat agar membuat kebijakan energi listrik yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Pertumbuhan listrik itu adalah cerminan dari pertumbuhan ekonomi. Kalau pertumbuhan ekonomi naik maka kebutuhan listrik naik dan sebaliknya,” ujarnya.

Dalam konteks Bali, kebutuhan PLTG atau gas sangat dibutuhkan untuk masa transisi energi listrik saat ini. Kedepannya mungkin akan beralih lagi ke energi yang lebih Green seperti nitrogen tadi. Saat ini karena kebutuhan mendesak, dan tuntutan untuk dibangun secara cepat adalah gas atau LNG. Supplier gas di Indonesia sangat cukup mulai dari Papua hingga Bontang. “Hanya ada satu kata, dimasa transisi energi listrik untuk konteks Bali yang paling dibutuhkan saat ini adalah gas atau LNG,” ujarnya.

Kepala Seksi Humas dan Publikasi Provinsi Bali Made Dwi mengatakan, Pemprov Bali dengan regulasinya sangat mendukung pembangunan energi baru dan terbarukan. “Terkait dengan energi bersih ini semua ada kewenangannya. Pemprov Bali sendiri sudah memiliki standar regulasi mulai dari Perda, Pergub yang ingin agar Bali ini menggunakan energi bersih,” ujarnya. Bali memiliki komitmen yang kuat terhadap pemanfaatan energi bersih.

Baca Juga :   Pangdam IX/Udayana Gelar Buka Puasa Kebangsaan Diikuti 6.000 Orang

Terkait dengan penolakan LNG, ia menegaskan jika semua kebijakan ada dinamikanya. Ada yang menolak dan ada yang mendukung. Ada banyak tahapan dan prosedur yang harus dilalui. Faktanya memang kebijakan itu ada yang menolak dan harus dipelajari lebih dalam. Namun Pemprov akan terus berkoordinasi agar energi bersih di Bali bisa direalisasikan.

Sementara Country Director WRI Indonesia dan Komite Pengarah Koalisi Bali Emisi Nol, Nirarta Samadi mengatakan, Bali harus menjadi inspirasi bagi daerah lainnya di Indonesia untuk pembangunan yang nol emisi. Pekan Iklim Bali 2025 difokuskan pada penguatan aksi nyata menghadapi krisis iklim. Selama tujuh hari, peserta akan mengikuti rangkaian kegiatan seperti diskusi panel, lokakarya, pameran inovasi hijau, hingga aksi tanam pohon dan bersih pantai. “Akan hadir para pembicara mulai dari akademisi, menteri, aktifis lingkungan hidup yang membahas tentang pembangunan yang rendah emisi,” ujarnya.

Ia menegaskan, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen secara mandiri dan hingga 43,2 persen dengan dukungan internasional. Pekan Iklim ini adalah momentum penting untuk memperkuat kerja sama lintas sektor. Zaman ini tidak ada lagi pekerjaan yang hanya dilakukan oleh segelintir orang, sekelompok orang. Semuanya harus kolaborasi. Melalui Pekan Iklim Bali Tahun 2025 ini bisa membangun ekosistem Bali yang rendah emisi. Kenapa Bali bisa menjadi inspirasi bagi daerah lainnya di Indonesia. Sebab, Bali tengah berada di garis depan dalam upaya transisi menuju energi bersih dan pelestarian lingkungan. Ia menyampaikan sejumlah program Bali yang telah berjalan, seperti pelarangan plastik sekali pakai, pengembangan kendaraan listrik, serta pelestarian subak sebagai warisan budaya dunia yang berperan dalam penyerapan karbon.

Baca Juga :   Ratusan Pengungsi Tempati Banjar Seloni di Desa Culik

Dengan posisi strategisnya dan potensi untuk menjadi model pembangunan rendah emisi di Indonesia, Bali saat ini berada pada titik kritis dalam menentukan arah kebijakan energinya. LNG dinilai sebagai solusi transisi paling tepat, cepat, dan realistis untuk saat ini hingga teknologi energi terbarukan lainnya dapat sepenuhnya dikembangkan.