Jurnalis Diintimidasi Saat Liputan Demo, Tiga Oknum Polisi Minta Maaf

0
398

DENPASAR, REPORTASE BALI- Kasus dugaan intimidasi terhadap jurnalis yang merupakan pengurus Ikatan Wartawan Online (IWO) Bali, Rovinus Bou, saat meliput aksi unjuk rasa di Mako Polda Bali pada 30 Agustus 2025 akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan. Insiden yang sempat menyita perhatian publik dan komunitas pers ini berakhir setelah Rovinus dipertemukan dengan tiga oknum aparat yang diduga melakukan intimidasi. Kedua pihak sepakat berdamai melalui mediasi yang difasilitasi Bidang Propam Polda Bali. Disaksikan kuasa hukum Endang Hastuty Bunga, S.H, Ketua IWO Bali Tri Widiyanti, serta pengurus IWO Bali lainnya.

Dalam pertemuan di ruang Paminal Propam Polda Bali, Kamis (4/9/2025), tiga oknum aparat dari unit Cyber Direktorat Kriminal Khusus meminta maaf langsung kepada Rovinus.
“Jadi, situasional saja kemarin itu, karena situasinya tidak kondusif jadi saya mengamankan salah satu pers karena disana saya melihat ada sesuatu di dalam tasnya yang menurut saya janggal. Kita saling rekam dan saya pun tidak ada menyebarluaskan dan itu menjadi konsumsi pribadi. Karena pada saat itu ada pelemparan ke asrama ada ibu-ibu, anak-anak jadi tujuan saya mengamankan tidak ada intimidasi,” tandas salah satu perwakilan aparat.
“Atas adanya kesalah pahaman ini kami secara pribadi khususnya mewakili institusi saya mohon maaf ini atas kekeliruan yang terjadi di lapangan,” harapnya.

Rovinus pun akhirnya memilih untuk menyambut permintaan maaf tersebut.
“Saya memilih berdamai. Saya senang bisa melihat para pelaku abang-abang ini, tapi saya enggan memperpanjang urusan,” kata Rovinus.

Meski berakhir damai, IWO Bali menegaskan sikap tegasnya. Ketua IWO Bali, Tri Widiyanti, mendesak Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Aditya untuk segera bertemu dan berdialog dengan jurnalis.
“Mengapa saya mendorong ini? Karena kebebasan pers masih ada di tanah atau gumi Bali,” tegas Widy biasa disapa ini usai mendampingi Rovinus di Mapolda Bali.

Baca Juga :   Sekjen Peradi Sebut, Kasus Hukum Fredric Yunadi Murni Tindak Pidana

Menurutnya, penghalangan kerja jurnalistik sama dengan melanggar kebebasan pers. Ia mempertanyakan kinerja kepolisian yang justru menciptakan ruang demokrasi semakin terbatas. “Saya mendorong agar kebebasan pers di Bali ditegakkan. Ini penting untuk menciptakan rasa aman bagi jurnalis ketika bekerja di lapangan,” tandas jurnalis Metrobali itu. Tri Widiyanti juga mengingatkan agar jurnalis yang mengalami intimidasi berani melapor. “Jika tidak melapor, selamanya pers akan dibungkam,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy menegaskan bahwa Polri berkomitmen menjaga kemerdekaan pers dan menghormati kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang. ‘Pekerjaan jurnalistik itu dilindungi undang-undang. Peristiwa kemarin terjadi karena situasional di lapangan, sehingga memungkinkan banyak hal terjadi, termasuk potensi intimidasi,” jelasnya.

Ia mengapresiasi langkah cepat Propam Polda Bali dalam menangani kasus ini.
“Kami melihat benang merahnya, kedua pihak telah berdamai. Ini penting untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.

Terkait keluhan soal larangan mengambil gambar di TKP, Ariasandy menegaskan tidak ada larangan dari kepolisian. Hanya saja, faktor keselamatan jurnalis tetap menjadi pertimbangan utama. “Tidak ada larangan liputan. Tapi kalau terlalu dekat dengan lokasi bentrok, jurnalis bisa jadi korban. Itu yang kami jaga,” tegasnya.
Ke depan, Ariasandy berharap komunikasi antara jurnalis dan aparat lebih erat. “Kami harap saat demo atau aksi massa, media dan aparat saling mengenal, saling menjaga. Tidak ada lagi salah paham,” imbuhnya.

Soal komitmen jangka panjang, Ariasandy memastikan aspirasi komunitas jurnalis akan disampaikan ke pimpinan Polda Bali. “Kita butuh pers sebagai mitra dalam menjaga situasi tetap kondusif,” tutupnya.