DENPASAR, REPORTASE BALI- Dekan Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi (FPST) Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. Dr. Ir Luh Suriati, M.Si menegaskan bahwa Indonesia sangat membutuhkan solusi yang aplikatif dan berkelanjutan guna mengoptimalkan potensi perikanan dan kelautan sebagai pilar utama ketahanan pangan nasional. Pernyataan tersebut disampaikan saat membuka Seminar Nasional secara daring bertema “Optimalisasi Potensi Perikanan dan Kelautan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan” pada Sabtu (18/10/2025).
Suriati menyoroti bahwa sektor perikanan dan kelautan memiliki peran yang sangat strategis di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan penurunan sumber daya alam. “Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kekayaan laut yang melimpah, memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor ini. Namun, ketahanan pangan bukan hanya tentang ketersediaan makanan, tetapi juga mencakup aksesibilitas, kualitas, dan keberlanjutan sumber daya,” ujar Suriati.
Oleh karena itu, diperlukan cara-cara inovatif dalam mengelola sumber daya perikanan dan kelautan. Solusi yang ditekankan harus mencakup berbagai aspek, mulai dari teknik budidaya, manajemen sumber daya, hingga kebijakan yang mendukung.
Suriati secara khusus mendorong terciptanya kolaborasi yang kuat antara akademisi, pemerintah, dan sektor swasta. “Kami berharap, melalui diskusi ini, kita dapat menemukan solusi-solusi yang aplikatif dan berkelanjutan. Selain itu, kami juga ingin mendorong sinergi dalam pengembangan sektor ini,” tambahnya.
Ia mengingatkan bahwa upaya optimalisasi tidak boleh semata-mata berorientasi pada aspek ekonomi. “Kita harus memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga ramah lingkungan dan berkeadilan sosial. Dengan demikian, kita dapat mewariskan sumber daya yang berkelanjutan bagi generasi mendatang,” tegasnya.
Arman, S.Pi dari Direktorat Kepelabuhan, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan di Pelabuhan Umum Benoa mengatakan, terdapat beragam tantangan yang dihadapi dalam sektor perikanan tangkap. Tantangan pertama berfokus pada kondisi stok ikan dan praktik penangkapan. Saat ini, terjadi peningkatan jumlah kapal, yang ironisnya tidak diimbangi dengan hasil yang memuaskan. Nelayan semakin sulit mendapatkan ikan, ukuran ikan yang tertangkap pun cenderung semakin kecil, mengindikasikan adanya tekanan pada stok.
Selain itu, praktik penangkapan seringkali lebih berorientasi pada jumlah tangkapan (sebanyak-banyaknya), bukan pada upaya menjaga mutu hasil tangkapan setinggi-tingginya. “Seharusnya walaupun hasil tangkapan sedikit tapi mutu tinggi, sehingga tentu pendapatan makin banyak,” ungkap Arman.
Menurut Arman, tantangan berikutnya berkaitan dengan inefisiensi dalam operasi penangkapan. Daerah penangkapan ikan (DPI) yang harus dijangkau nelayan menjadi semakin jauh, mengakibatkan waktu trip (pelayaran) yang makin lama. Kombinasi dari faktor-faktor ini menyebabkan usaha perikanan menjadi tidak efisien.
Sektor perikanan tangkap juga menghadapi masalah sosial berupa konflik horizontal antar-nelayan. Konflik ini seringkali dipicu oleh perbedaan dalam penggunaan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) dan jenis Alat Penangkapan Ikan (API) yang digunakan.
Arman juga menyebuatkan tantangan krusial adalah tingginya operasional penangkapan ikan yang melanggar ketentuan hukum (sering dikaitkan dengan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing atau IUU Fishing). Pelanggaran tersebut meliputi pengoperasian kapal yang tidak berizin, kapal yang melanggar jalur penangkapan ikan yang telah ditetapkan dan penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API) yang dilarang karena merusak lingkungan atau tidak selektif.