DENPASAR, REPORTASE BALI– Setiap pagi, Ni Wayan Candri, petani rumput laut di Serangan turun ke air saat laut sedang surut. Tak lama berselang, nelayan kecil mendorong perahunya menyusuri jalur yang sudah akrab sejak lama. Aktivitas ini
terus berjalan dalam ritme yang nyaris tak berubah—didorong oleh keterampilan, ketekunan, dan hubungan yang erat dengan laut.
Dalam keseharian itu, komunikasi antara warga, kelompok nelayan, dan Desa Adat terus terjaga. Tidak kalah rutin, mereka juga berdiskusi dengan pihak lain yang ada di Pulau Serangan, termasuk PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai
pengelola KEK Kura Kura Bali, untuk koordinasi ruang dan akses mereka di dalam kawasan.
Sejak beberapa bulan lalu, petani rumput laut di Serangan menghadapi penurunan
hasil panen akibat serangan hama yang memengaruhi pertumbuhan rumput laut.
Meski demikian, aktivitas budidaya tetap berjalan—para petani menyesuaikan
metode perawatan tambak dan waktu panen sebagai bentuk adaptasi terhadap
kondisi alam.
Di tengah upaya tersebut, dukungan dari berbagai pihak yang selama ini terlibat di kawasan turut hadir, memperkuat semangat dan menjaga keberlangsungan aktivitas pesisir secara kolektif.
“Sudah sekitar 3 bulan hasil panen rumput laut menurun, tidak menentu kapan akan membaik. Untungnya saya punya usaha sampingan,” ujar Ni Wayan Candri salah satu petani rumput laut sambil membereskan isi paket.
Pada Jumat (20/6/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Laut Sedunia, suasana hangat kembali terasa di area Plastic Workshop Kura Kura Bali. Dalam kegiatan yang digelar sederhana, para nelayan berkumpul, berbagi cerita, dan menerima sekitar 400 paket sembako dari BTID, yang disalurkan secara bertahap.
Perwakilan Prajuru Desa Adat Serangan, I Wayan Patut menyambut baik inisiatif ini dan menegaskan pentingnya peran komunitas nelayan dalam tatanan sosial di Serangan.
“Hari ini BTID membagikan sembako kepada para nelayan sebagai
bentuk menjalin tali kasih. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka Hari Laut Sedunia, semua nelayan antusias baik dari para ibu, dadong-dadong, juga kakek-kakek. Bahagia nelayanku, sejahtera keluarga nelayanku,” tuturnya.
“Hari Laut Sedunia mengingatkan kita bahwa laut tak bisa dijaga sendiri. Komunitas nelayan adalah penjaga garis depan yang selama ini menopang kehidupan pesisir. Melalui langkah sederhana ini, kami ingin memberikan penghargaan tulus—karena
menjaga laut berarti juga menjaga mereka yang hidup bersamanya.” ujar Zakki Hakim, Kepala Departemen Komunikasi BTID.
Kegiatan ini juga merupakan bentuk kesadaran bahwa laut bukan hanya tempat mencari penghidupan, ia juga merupakan simbol kebersamaan yang menopang kehidupan sehari-hari.
Di setiap riak ombak, tersimpan pesan untuk merawat alam dan sekitarnya.
Melalui aksi nyata ini, BTID dan komunitas nelayan Serangan menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan soal seberapa besar langkahnya, melainkan aksi nyata yang dirasakan semua pihak.
Ni Wayan Candri memandang laut lepas, matanya tidak sekadar melihat ombak,
tapi menatap harapan. Meski sempat diterpa tantangan, semangat tak pernah
benar-benar surut. Laut bukan hanya sumber penghidupan, tapi juga lambang harapan yang terus tumbuh bersama upaya dan dukungan.