REPORTASEBALI, DENPASAR – Istri Gubernur Bali Nyonya Putri Suastini Koster mengomentari beberapa insiden di Bali yang terjadi selama perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1945 di Bali dua hari lalu. Insiden tersebut baik datang dari warga lokal seperti yang terjadi di Buleleng, Bali, di Taman Pancing Denpasar Selatan dan dua WNA di Sukawati Gianyar. Beberapa peristiwa ini sangat mencederai hari Raya Nyepi Bali dimana terjadi pelanggaran yang ekstrim.
“Kita harus menjadikan peristiwa itu sebagai pembelajaran bagi kita semua, baik itu aparat pemerintah dari tingkat desa sampai provinsi. Ini pengalaman. Kalau tahun ini begini kasusnya maka tahun depan harus sudah ada antisipasi, supaya tidak terlalu jadi lagi kejadian seperti itu,” ujarnya di Kantor Kesbangpol Pemprov Bali, Jumat (24/3/2023).
Ia mengakui jika kasus tahun ini sudah ditangani dengan baik. Kasus yang terjadi sekarang sudah ditangani menurut aturan yang berlaku. Penanganan kasusnya tidak melihat apakah itu warga negara asing atau warga negara lokal. Perlakuannya sama saja. Ini aturan yang berlaku ketika Nyepi di Bali dan sudah puluhan tahun lakukan itu. Ia meminta agar kasus ini menjadi pembelajaran kedepannya. Aturan Nyepi harus diosialisasikan secara masif, supaya lebih baik lagi, sehingga semua komponen masyarakat ikut memiliki dan ikut menjaga bahwa kalau Nyepi di Bali itu apa hal yang tidak bisa kita lakukan. Ini bukan saja tugas pemerintah tetapi semua komponen masyarakat. Selain itu perlu juga menjaga sikap hormat kita kepada petugas dan aparat kita. Warga Bali tanpa kecuali mengikuti aturan yang berlaku saat itu dan itu adalah sikap warga negara mengikuti aturan yang berlaku.
Dalam Nyepi tahun ini, umat muslim juga masih diperbolehkan sholat tarawih untuk pembukaan bulan puasa. Itu pun sudah sesuai aturan yang sudah dibuat seperti tidak menggunakan kendaraan bermotor, tidak menggunakan pengeras suara, manfaatkan masjid terdekat dengan berjalan kaki, tidak merokok saat di jalanan, tidak mengobrol dan sebagainya. Kalau sudah memiliki aturan ini maka aparat perlu ketegasan dan kewibawaan untuk menjalankan tugas dan peran mereka, tetapi tetap menunjukkan sikap persaudaraan dan kekeluargaan.
“Jadi yang dilihat di video-video ini, jadi seperti debat kusir dengan aparat. Aparat juga harus ada komandannya, satu komandannya, itulah yang bicara, yang lainnya dengarkan. Jangan semuanya berbicara,”jelasnya.
Ia menegaskan jika toleransi itu ibarat jual beli, ada tawar menawar, ada kekeluargaan dan sebagainya. “Misalnya saudara muslim di Bali boleh sholat tarawih tetapi dengan aturan yang berlaku, sementara warga Bali yang sedang Nyepi juga harus membiarkan umat lain untuk menjalankan ibadahnya dengan tetap memperhatikan norma yang berlaku. Tahun ini memang kebetulan Nyepi terjadi bersamaa dengan pembukaan bulan puasa. Bila tidak maka umat muslim juga tidak diperbolehkan sholat di masjid,”tutupnya.