REPORTASEBALI, BULELENG – Sidang perdana gugatan nasabah BRI atas nama Nyoman Werdiasa terhadap BRI digelar di PN Singaraja Bali, Selasa (24/10/2023). BRI selaku tergugat dinilai sangat tidak patuh dan tidak menghargai nasabah atau konsumen.
Sidang perdana dengan nomor perkara.635/Pdt.G/2023/PN.Sgr. dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Heriyanti yang juga adalah Ketua PN Singaraja Bali. Agenda sidang adalah Pemeriksaan identitas dan legalitas para pihak.
Dalam sidang tersebut, penggugat Nyoman Werdiasa selaku nasabah BRI yang kehilangan uangnya akibat kesalahan sistem di BRI diwakili oleh kuasa hukumnya Gede Erlangga Gautama, SH. MH. dan Agus Eka Putra SH. Dalam sidang tersebut, kuasa hukum korban menyerahkan surat kuasa asli dan seluruh dokumen legalitasnya sebagai advokat yang sah mewakili kliennya di persidangan.
Sementara pihak tergugat yakni PT. BANK RAKYAT INDONESIA, Tbk tidak bisa menyerahkan surat kuasa yang legal dan sah secara hukum. Saat itu BRI malah diwakili oleh beberapa orang yang menunjukan surat kuasa dari Pimpinan Cabang BRI Kantor Cabang Singaraja.
“Ini menunjukkan bahwa BRI meremehkan nasabah, tidak menghormati hal hukum rakyat kecil, tidak empati dengan nasabah yang yang mengalami kerugian ratusan juta akibat sistem yang diciptakan oleh BRI yang tidak aman dan nyaman,” ujar Gede Erlangga selaku kuasa hukum korban saat dikonfirmasi Rabu pagi (25/10/2023).
Melalui kuasa hukumnya, penggugat keberatan atas surat kuasa tersebut, karena yang digugat adalah BRI Pusat sebagai pemilik system elektronik (m.Banking – BRImo) dan bukan BRI Cabang Singaraja. Atas keberatan penggugat tersebut, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri Singaraja, Heriyanti, SH. M.Hum akhirnya menolak surat kuasa tersebut dan menyuruh perwakilan BRI Kantor Cabang Singaraja untuk memperbaiki surat kuasanya agar bisa sah mewakili tergugat.
“Kesalahan tersebut sangatlah elementer dan cukup konyol bagi perusahaan sebesar BRI. Atau apakah memang kesalahan tersebut disengaja untuk mengulur waktu? Atau ada sebab lainnya? Kami sebagai masyarakat sangat kecewa. Namun yang pasti, dari sudut pandang konsumen, itu merupakan bentuk kealpaan yang seolah-olah menyepelekan gugatan konsumen atau memang mungkin BRI tidak terlalu perduli dengan gugatan atau keberatan apapun dari konsumen. Kami meminta agar BRI tidak meremehkan hak masyarakat,” ujarnya.
Sementara dalam sidang perdana tersebut, yakni turut tergugat I yakni OJK RI juga mengalami hal yang sama. Saat itu yang hadir dalam persidangan diwakili dari staf OJK Bali namun tidak membawa surat kuasa. Perwakilan OJK tersebut tidak dilengkapi dengan surat kuasa yang sah.
Karena itu Majelis hakim meminta perwakilan OJK Bali untuk melengkapi dirinya dengan surat kuasa yang sah, agar dapat secara sah mewakili OJK. Turut tergugat 2 yakni Menteri BUMN Erick Thohir tidak hadir dan sama sekali tidak mengirim perwakilannya untuk menghadiri persidangan.
“Kenapa sang Menteri BUMN tidak hadir? Atau sekedar mengirimkan kuasa hukumnya? Apakah sang Menteri memang tidak peduli mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang dirugikan oleh bank BUMN? Persidangan kali ini memberikan gambaran bahwa cukup rumit dan berliku jika seorang masyarakat biasa hendak menuntut keadilan kepada korporasi besar milik pemerintah ataupun kepada otoritas yang berwenang. Mudah-mudahan keadilan masih ada di negeri ini dan persidangan ini dapat segera memeriksa fakta-fakta tentang dugaan buruknya system m.banking di tubuh BRI,” ujarnya.
Kasus ini berawal dari nasabah BRI Cabang Singaraja Bali Nyoman Werdiasa yang adalah seorang petani miskin kehilangan uang yang sudah ditabung lnya bertahun-tahun. Uang tabungannya sejak tahun 2016 senilai Rp 248 juta di rekening Bank Rakyat Indonesia (BRI) raib atau hilang mendadak.
Uang ini dikumpulkan susah payah sejak tujuh tahun lalu, lenyap dalam hitungan kurang lima menit. Bahkan, uang ratusan juta yang hilang itu bukan hanya miliknya, tetapi juga uang milik ibunya yang sudah uzur atau berusia sekitar 70-an tahun.
Hanya saja ikut menitip di rekeningnya supaya aman. Saat dinyatakan hilang, saldo terakhir korban senilai Rp 248.149.485,80 (dua ratus empat puluh delapan ribu seratus empat puluh sembilan empat ratus delapan puluh lima koma delapan rupiah).
Korban tahu uang hilang pada malam hari Sabtu (19/8/2023) sekitar pukul 21.14 WITA. Ia tahu melalui SMS notifikasi BRImo yang menjelaskan bahwa ada transaksi keluar. “Dan kurang dari 5 menit, ada 6 kali transfer. Semuanya ke Bank Jago. Ada tiga kali dengan besar masing-masing transaksi Rp 50 juta. Sisanya dalam jumlah kecil-kecil. Saat itu sudah malam, terus hari Sabtu, yang sudah pasti besoknya libur. Kami hanya bisa telp call center BRI dan dijelaskan oleh call center bahwa tidak ada transfer dan sebaiknya tunggu Senin baru ke bank terdekat. Setelah cek di teller Senin, uang sudah habis,” ujarnya Rabu (4/10/2023).
Korban merasa tidak pernah bagi PIN, nomor rekening ke siapa pun. Bahkan PIN hanya ada di otaknya atau menghafal. Tuduhan jika korban pernah klik sesuatu aplikasi juga tidak ada. Yang ada hanya SMS notifikasi bahwa uangnya sudah transfer. Berbagai upaya dilakukan, pengaduan ke OJK juga dilakukan, namun tidak ada niat baik dari BRI untuk menjelaskan kasus ini. Korban akhirnya menempuh jalur hukum di PN Singaraja namun BRI menganggap remeh temeh dengan masyarakat kecil.