Presiden Direktur PT BTID Sebut Nama Jalan akan Dibongkar, Pemagaran Laut dengan Pelampung akan Segera Dirapatkan dengan Manajemen

0
170

DENPASAR, REPORTASE BALI – Presiden Direktur PT BTID Bali Tantowi Yahya saat dikonfirmasi usai diskakmat oleh beberapa anggota DPR RI dan DPD RI Dapil Bali di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali, Kamis (30/1/2025) mengatakan, sejak awal sebenarnya tidak ada persoalan antara masyarakat di Kelurahan Serangan sebagian besar adalah nelayan dengan PT BTID.

“Kami menghargai pertemuan ini, karena ini adalah ajang klarifikasi dari beberapa hal yang selama ini menjadi isu panas di masyarakat. Di hadapan para Wakil Rakyat kami menjelaskan apa adanya, tidak ada yang kami tutup-tutupi.  Para anggota dewan juga memberikan tanggapan yang sangat sportif, sangat positif, memberikan masukan apa adanya, yang merupakan hasil aspirasi dari masyarakat Bali,” ujarnya.

Dari berbagai macam isu dan informasi masyarakat, menurut Tantowi Yahya, ada yang langsung dijawab dan dijelaskan bahkan langsung dieksekusi. Sementara ada beberapa isu yang harus mendapatkan persetujuan manajemen di atasnya sebagai para pemilik perusahaan.

Pertama, soal nama jalan yang awalnya ada Jl Pulau Serangan dan berubah menjadi nama Jln. Kura-Kura Bali. Saat itu ruas jalan dari By Pass Ngurah Rai yang berbelok ke Pulau Serangan diberikan nama Jl. Kura-Kura Bali untuk memudahkan para tamu KTT G-20 dan juga world water forum (WWF) yang akan mengunjungi Kura-Kura Bali.

“Kami memberikan nama jalan itu dengan nama Jl. Kura-Kura Bali karena sebelumnya ruas jalan itu tidak punya nama. Untuk memudahkan para tamu-tamu yang datang di G-20 maka kami beri nama saja, menjadi Jalan Kura-Kura Bali, karena tempat Ini kan kura-kura Bali yang terletak di Pulau Serangan,” ujarnya. Namun bila hal ini dirasa tidak berkenan maka saat ini juga bisa langsung dibongkar.

Baca Juga :   JMSI Kaltim Berkomitmen Menciptakan Anggota yang Berkualitas

Kedua, soal nama pantai dan pulau yang katanya berubah. Tantowi Yahya menegaskan tidak ada perubahan nama pantai dan pulau. Nama pulau tetap Pulau Serangan dan nama pantainya Pantai Serangan. Ketiga, soal nelayan yang dilarang melaut. Ia memastikan jika mulai saat ini nelayan silahkan memancing di wilayahnya sendiri yakni di Pulau Serangan. Tidak ada larangan sama sekali bagi para nelayan untuk melaut.

Namun hanya untuk masyarakat di Pulau Serangan saja. Sebab ini juga demi keamanan dan kenyamanan investor juga. Intinya untuk nelayan di Pulau Serangan tidak perlu mendapatkan izin lagi. Namun pengawasan oleh petugas tetap saja dilakukan. Untuk memudahkan pengawasan maka diberi tanda khusus. Namun bila ini dinilai salah maka akan dibebaskan.

Keempat, soal pagar laut pelampung. Menurut Tantowi Yahya, harus dilihat juga dari sisi investor atau pengusaha. Ternyata ada pengalaman bahwa di perairan tersebut sudah banyak kasus kejahatan seperti penimbunan BBM ilegal. Kasus ini sudah dilaporkan ke polisi. Kejadiannya baru beberapa tahun belakangan ini.

“Petugas kami tidak bisa 24 jam ada di lokasi. Kami memasang itu untuk pengamanan. Pantai itu tersembunyi. Tujuannya agar tidak ada kasus serupa terulang lagi. Bahkan yang lebih serem lagi seperti Narkoba. Nanti tanggung jawabnya ada di kami,” ujarnya.

Tapi karena ini menjadi masalah, dan dinilai bertentangan dengan peraturan maka akan dirapatkan dahulu dengan manajemen. Pemasangan pagar pelampung dilakukan baru-baru ini.

Terakhir adalah soal kesepakatan dengan warga Pulau Serangan yang tertuang dalam MoU yang belum dipenuhi dan informasi larangan masyarakat Bali untuk memasuki kawasan Kura-Kura Bali. Untuk hasil kesepakatan MoU dengan warga Pulau Serangan memang belum semuanya bisa dipenuhi. Sebab sebagian kesepakatan itu merupakan sebuah investasi yang harus dihitung secara matang.

Baca Juga :   Indonesia Dorong Empat Inisiatif Konkret di World Water Forum ke-10

Jadi tidak ada yang tidak bisa dipenuhi. Hanya soal waktu saja. Soal akses masuk ke Kura-Kura, tidak ada larangan apa pun. Sekarang ini ada proyek yang sedang berjalan.  Nanti kalau ini sudah selesai menjadi kawasan ekonomi khusus, harus  terbuka luas untuk siapapun.

“Sekarang lagi dibangun factory outlet. Sekolah, pertunjukan, konser musik, hotel, dan sebagainya. Semua terbuka untuk umum. Pembangunan sudah berjalan 30%. Setelah itu harus terbuka untuk umum.