Bertemu Pendana Geotermal dari KFW Jerman, Masyarakat Flores Tetap Tolak Geotermal

0
158

MATALOKO, REPORTASE BALI- Lembaga Keuangan Jerman bernama Kreditanstalt für Wiederaufbau) (KfW) yang bergerak di sektor energi bersih turun langsung ke Flores saling berdialog dan mengecek langsung dan menyerap aspirasi masyarakat yang berada di sekitar lokasi eksplorasi Geotermal yakni di Mataloko dan Pocoleok. Untuk di Mataloko, pertemuan digelar di Rumah Retreat Kema Tabor beberapa hari lalu. Saat itu hadir Ketua Aliansi Terlibat Bersama Korban Geotermal Flores (Alter KGF ) Pater Felix Bhaghi, SVD bersama para relawan. Sementara dari KfW Jerman perwakilan Indonesia hadir Diana Arango selaku Koordinator Sektor Utama di di Bidang Energi dan Keuangan Kantor KfW Jakarta. Saat pertemuan tersebut, Diana hadir bersama timnya yang terdiri dari para ahli untuk studi mengenai pengaruh proyek Geotermal bagi lingkungan hidup dan ruang sosial masyarakat.

Diana Arango mengakui bahwa kehadiran timnya di Mataloko bertujuan untuk mendengarkan suara masyarakat, bukan untuk memutuskan atau menjustifikasi. Ia mengucapkan terima kasih atas pernyataan sikap yang disampaikan oleh P. Felix dan kesediaan untuk berbagi cerita dari para korban. “Kami hadir di Mataloko untuk mendengarkan apa saja aspirasi masyarakat yang berada di sekitar lokasi eksplorasi Geotermal. Kehadiran kami di Mataloko ini bukan langsung mengambil keputusan atau menjustifikasi bahwa masyarakat yang berada di sekitar lokasi eksplorasi Geotermal itu benar atau salah. Semuanya berdasarkan kajian dan hasilnya akan kami laporkan ke atasan,” ujarnya. Ia mengakui jika negara Jerman memiliki kualitas soal etika lingkungan hidup dan rasionalitas pembangunan. Hasilnya lapangan akan dilaporkan dan akan menjadi keputusan oleh atasannya setelah pertemuan dengan warga lokal.

Ketua Alter KGF Pater Felix Bhaghi, SVD mengatakan, pihaknya bersama anggota Alter KGF lainnya dan relawan sudah menyampaikan fakta sosial masyarakat, lingkungan hidup dan prosedur yang dilakukan oleh pemerintah dalam eksplorasi Geotermal di Flores. Ada banyak pemaksaan, intimidasi, perubahan kerusakan lingkungan hidup, suhu udara dan sebagainya. “Kepada tim dari KfW Jerman Perwakilan Indonesia saya secara tegas menyampaikan fakta yang sesungguhnya terjadi. Bahwa masyarakat lokal tidak dilibatkan, atau kalau pun terlibat secara secara terpaksa karena ada intimidasi oleh penguasa. Sementara di lapangan terjadi banyak kerusakan lingkungan hidup seperti seng rumah warga karat dan jebol, tanaman komoditi layu dan mati, produktivitas menurun, warga menghirup gas beracun dan seterusnya,” ujarnya. Beberapa warga yang ada di lokasi eksplorasi Geotermal juga memberikan testimoni tentang apa yang mereka rasakan.

Baca Juga :   Jelang Hari Bumi, KLH Libatkan Lintas Instansi Tanam 1000 Mangrove di Tahura Ngurah Rai Bali

Ia melanjutkan bahwa berdasarkan pengalaman, pelanggaran prosedur pembangunan dengan cara-cara intimidasi sudah sering dilakukan di Indonesia. Ia meminta kepada pihak KfW untuk meninjau lagi bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia yang lemah di dalam pendirian politik yang beretika dan berkeadilan. Dengan tegas dia menyatakan bahwa sebetulnya tidak ada lagi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Bahkan, beberapa warga di Mataloko secara terbuka mengatakan bahwa proyek geotermal di Mataloko telah merusak harmoni sosial masyarakat dan lahan pertanian warga, juga menggangu kesehatan warga di sekitar tambang.

Rektor Rumah Kalwat Kemah Tabor Mataloko P. Patris Pa, SVD, juga berkisah soal keluhan warga di sekitar lokasi eksplorasi Geotermal di Mataloko. “Bahwa proyek ini mengganggu produktivitas pertanian sehingga ada warga yang datang ke komunitas Kemah Tabor untuk meminta beras,” ujarnya. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin proyek ini dilanjutkan bila masyarakat di sekitar lokasi semakin miskin dan sengsara.

Di hadapan tim KfW Perwakilan Indonesia, seluruh peserta menyerahkan dokumen penolakan terhadap rencana eksplorasi Geotermal di seluruh Flores karena pertimbangan kerusakan ekologis, kerusakan ekososial, merusak budaya, ekonomi. Pemerintah Indonesia menetapkan Flores sebagai Pulau Geotermal berdasarkan Keputusan Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017. Dari sinilah menjadi alasan eksplorasi Geotermal di Flores dengan alasan energi bersih atau energi terbarukan. “Ini energi bersih atau energi terbarukan tetapi dilakukan dengan cara merusak lingkungan hidup, merusak tatanan kehidupan manusia, merusak lahan produktif yang berdampak ekonomi semakin merosot. Bagaimana ini bisa dilanjutkan. Lagi pula kami tidak menemukan kajian bahwa Pulau Flores membutuhkan banyak sekali energi listrik. Sementara masih ada sumber daya alam lainnya yang lebih ramah lingkungan seperti energi matahari. Kenapa tidak ini saja yang digarap dengan serius,” ujarnya.

Baca Juga :   Digital Transformasi Harus Di iringi Dengan Pengalaman Layanan yang Mumpuni

Sikap Alter KGF tetap sama yakni menolak eksplorasi Geotermal di Flores dengan alasan apa pun. Penolakan ini bukan tanpa alasan tetapi sudah ada bukti lapangan yang valid dan dirasakan langsung oleh masyarakat. “Kami marah. Pada tahun 2017, tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan kami, untuk pertama kali dalam sejarah pasca-kolonial Republik, Pulau Flores sampai Lembata diduduki dan diklaim sebagai ladang tambang panas bumi. Pendek kata, Flores sebagai kesatuan sosial-ekologis menyejarah hendak direduksi sebagai aset industri energi, sebagai barang atau komoditi raksasa. Hidup mati kami dan ruang hidup kami distempel dengan status “patut dikorbankan”. Untuk pertama kalinya dalam sejarah sosial rakyat Flores, seluruh ruang hidup kami berubah status menjadi wilayah pengeboran dan eksploitasi energi. Tanah leluhur, hutan adat, dan mata air kami kini diklaim sebagai “potensi energi” yang harus dieksploitasi demi kepentingan yang bukan milik kami. Ini semua adalah penghinaan terhadap martabat kemanusiaan. Lebih dari mengundang amarah, tindakan semena-mena ini harus digugat dan ditolak,” ujarnya.