Berjuang Selama 9 Bulan, PT BTID Bersama Turut Tergugat Lainnya Kalah dalam Sengketa Lahan di Pulau Serangan Denpasar

0
247

DENPASAR, REPORTASE BALI- Sengketa lahan di Pulau Serangan antara PT Bali Turtle Island Development (PT BTID) bersama turut tergugat yakni Walikota Denpasar, Lurah Serangan dan Desa Adat Serangan akhirnya final. Dan hasilnya PT BTID bersama para turut tergugat harus menyerah kalah. Dimana seorang warga asli Serangan bernama Siti Sapurah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ipung berhasil menang dalam sengketa lahan tergugat PT BTID dan turut tergugat yakni Walikota Denpasar, Lurah Serangan dan Desa Adat Serangan.

Saat dikonfirmasi di Denpasar, Senin (15/13/2025), Ipung menjelaskan perkaranya dinyatakan menang setelah Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 16 Oktober 2025 berdasarkan info di website menyatakan “DITOLAK I, II, dan III”. ‘Itu artinya semua permohonan kasasi para pihak ditolak atau dengan kata lain PT BTID kembali kalah di tingkat Kasasi. Sebab, putusan mulai dari tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dan Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar PT BTID selalu kalah. Semua permohonan kasasi para pihak ditolak. Itu artinya kami dinyatakan menang lagi,” ungkap Ipung.

Ipung berharap agar salinan putusan Kasasi itu segera dikirim ke PN Denpasar. “Harapan kami segera dikirim salinan putusannya agar tidak menggantung status hukumnya lebih lama. Kalau sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, kan bisa dilakukan upaya damai atau eksekusi. Untuk itu, kami berharap agar salinan putusannya segera dikirim ke PN Denpasar,” ujarnya.

Kasus ini telah mencuat sejak tahun 2009 silam, ketika lahan dengan sertifikat Nomor 69 yang luasnya 94 are milik Maisarah digugat oleh 36 KK warga Kampung Bugis Serangan ke PN Denpasar. Begitu juga pipil tanah yang luasnya 1 hektare 12 are. Dalam gugatan tersebut, pihak Maisarah atau ibunda dari Siti Sapurah selalu menang hingga ke Mahkamah Agung.

Baca Juga :   Dua Buronan Imigrasi Asal Rusia Berhasil Ditangkap Tim Resmob Polda Bali

Peninjauan Kembali (PK) juga ditolak. Atas putusan pengadilan yang mengikat ini, Ipung menunjukkan berbagai dokumen kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar, seperti 15 putusan pengadilan hingga tahun 2020, foto copy pipil tanah seluas 1 hektar 12 are dan pajak tanah seluas 2 hektare 18 are, serta foto peta tanah.

Sementara PT BTID hanya berpegang teguh pada SHGB Induk Nomor 41 Tahun 1993 atau HGB Nomor 81, 82, 83 atas nama PT BTID. Melalui hal ini diatur tentang jalan lingkar luar di Pulau Serangan dengan PT BTID sebagai pihak pertama dan Desa Adat Serangan sebagai pihak kedua. Jalan lingkar luar itu mulai dari pintu masuk Pulau Serangan melewati Pura Sakenan sampai Tanjung Inyah terus ke timur lalu ke utara sampai tempat Melasti dan berhenti di penangkaran penyu yang panjangnya 2.115 km. “Bagaimana mungkin jalan lingkar luar ini melompat, melewati lahan orang lain. Dan mengenai HGB juga tidak bisa digunakan untuk selamanya karena itu sama dengan kontrak atau sewa,” tegas Ipung.

Seperti diketahui, ada sebidang tanah milik penggugat yang di-SHGB oleh PT.BTID selama 30 tahun sejak tanggal 23 Juni 1993 sampai 23 Juni 2023. Tanah tersebut diaspal hotmix oleh Jro Bendesa Desa Adat Serangan pada tahun 2014. Padahal saat itu lahan tersebut sedang menjadi objek sengketa antara 36 KK yaitu Drg. Moh. Taha dkk melawan Sarah yang merupakan ibu dari Ipung yang merupakan ahli waris dari Daeng Abdul Kadir (Alm). Tanah tersebut berasal dari Pipil 186 Klass II Percil 15c tanah seluas 1,12 Ha milik Daeng Abdul Kadir berdasarkan Akta Jual Beli Nomor : 27/1957 yang dibeli pada tanggal 21 September 1957 dengan harga Rp. 4.500,- (Empat Ribu Lima Ratus Rupiah) yang dibeli dari Sikin yang merupakan ahli waris H. Abdurrahman mantan Kepala Desa Serangan dan di dalam akta jual beli sebagai saksi yang menandatangani saat itu adalah Kepala Desa Serangan yang bernama I Wayan Lunjing dan tanah tersebut juga dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 99/Pdt/1974 tertanggal 22 April 1975 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 238/P.T.D/1975/Pdt. Tertanggal 3 November 1975, Perkara dengan Nomor : 1161/Pdt.G/2023/PN Dps.

Baca Juga :   Apresiasi Pembukaan POSBAMKUM di Seluruh Bali, Koster: Sinergi agar Beroperasi Efektif Berkelanjutan

Sengketa tersebut akhirnya dimenangkan oleh Ipung sebagai pihak penggugat yang sekaligus ahli waris yang diputus pada tanggal 5 Agustus 2024. Pihak tergugat semuanya mengajukan banding atas putusan Perkara Aquo, dan Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar di tingkat Banding dengan Nomor Perkara : 212/PDT/2024/PT DPS yang diputus pada tanggal 2 Oktober 2024 kembali dimenangkan oleh Ipung. Dalam amar putusan berbunyi Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri. Kemudian para tergugat melakukan upaya hukum di tingkat kasasi.

Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi dengan Nomor Perkara Kasasi : 3283 K/PDT/2025 diputus pada tanggal 16 Oktober 2025 yang kembali dimenangkan oleh Ipung yang Amarnya: Menolak Seluruh Permohonan Kasasi Pihak Pemohon Kasasi yakni PT.BTID, Walikota Denpasar, Lurah Serangan, Desa Adat Serangan. Adapun yang menjadi pertimbangan Hakim Majelis tingkat Kasasi adalah bahwa objek sengketa adalah milik termohon Kasasi dahulu Penggugat berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap dan telah dilakukan eksekusi.

Usai putusan kasasi tersebut, Ipung mengaku akan segera mengajukan permohonan penetapan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Denpasar untuk mengambil alih hak nya atas objek sengketa demi kepastian hukum dan penegakkan hukum. Sekalipun para pihak masih melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) namun upaya ini tidak akan menghalangi upaya eksekusi yang akan dilakukan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Mahkamah Agung RI Nomor 14 Tahun 1985 dimana didalam Pasal 66 ayat (2) yang menegaskan bahwa pengajuan PK tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, termasuk putusan yang serta merta dapat dieksekusi. “Para pihak harus tunduk mematuhi UU MA RI. Kami juga meminta agar aparat penegak hukum bisa mengamankan isi putusan kasasi untuk melakukan eksekusi,” ujarnya.

Baca Juga :   Jelang Sidang KDRT, Korban Minta Pelaku Dihukum Seberat-Beratnya