Kasus Flame Sangat Melukai Bali Bila Hakim Jatuhkan Hukuman Ringan

0
263

DENPASAR, REPORTASE BALI– Tuntutan jaksa yang hanya 9 bulan penjara bagi Direktur Flame Spa, Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha alias Nitha, memicu gelombang kekecewaan publik. Kasus prostitusi terselubung ini bukan hanya mencoreng citra Bali sebagai destinasi wisata budaya, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar soal ketegasan hukum. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ancaman hukumannya maksimal mencapai 12 tahun penjara.

Gubernur Bali, Wayan Koster, menilai hukuman ringan seperti ini bisa memperburuk keadaan karena tidak memberikan efek jera bagi pelaku usaha ilegal yang merusak citra pariwisata Bali.

“Saya menghormati keputusan jaksa, tetapi ini terlalu ringan dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan. Saya berharap hakim mempertimbangkan bagaimana kasus ini telah mencoreng nama Bali, sehingga vonis nanti bisa memberi pelajaran berarti agar praktik serupa tidak terus berulang,” tegas Koster kepada wartawan di Denpasar Bali, Kamis (27/02/2025)

Sebelumnya kasus ini juga sempat disorot Ketua DPRD Bali dan sejumlah politisi, termasuk Wayan Koster yang memberikan dukungan penuh terhadap langkah tegas Polda Bali dalam menjaga moralitas dan citra positif Pulau Dewata.

“Saya mendukung penuh tindakan Polda Bali dalam menindak tegas praktik ilegal ini. Kita harus bersama-sama menjaga Bali agar tidak berubah menjadi tempat eksploitasi bisnis gelap,” pungkas Ketua DPD PDI Perjuangan Bali berapa bulan lalu,Senin (16/12/2024).

Untuk diketahui, Flame Spa, yang beroperasi di bawah PT Mimpi Surga Bali, terbongkar sebagai tempat prostitusi setelah penggerebekan Polda Bali pada 2 September 2024. Polisi menemukan terapis melayani tamu dalam keadaan telanjang, mengungkap praktik terselubung yang telah berjalan lama dengan omzet mencapai Rp 6 miliar per bulan.

Namun, meskipun bisnis ini menghasilkan keuntungan luar biasa dari eksploitasi ilegal, jaksa disebut-sebut justru menuntut hukuman ringan yang setara dengan karyawannya. Bandingkan dengan kasus musisi Nazril Irham alias Ariel NOAH pada 2010, yang divonis 3,5 tahun meskipun tidak ada unsur komersialisasi.

Baca Juga :   Penasihat Hukum Sebut Jaksa dan Polisi tidak Profesional dan Langgar Prosedur dalam Kasus Harjanto Karjadi

Keputusan ini memunculkan dugaan bahwa penegakan hukum terhadap bisnis gelap masih longgar. Jika vonis hakim tidak lebih berat, dikhawatirkan Bali akan semakin sulit menjaga citra pariwisatanya sebagai destinasi budaya yang berlandaskan nilai moral dan adat.