REPORTASEBALI, BADUNG – Kementerian Perindustrian RI terus melakukan sosialisasi penggunaan produk dalam negeri dengan cara melengkapi diri dengan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) bagi para pengusaha dan UMKM.
Kepala Pusat P3DN Kementerian Perindustrian Nila Kumalasari saat ditemui usai sosialisasi TKDN dalam pameran Indonesia Sustainable Procurement Expo (ISPE) 2022, di Nusa Dua, Jumat (3/6/2022) mengatakan, keluhan yang dialami pihak industri dalam negeri, lebih banyak akibat tidak lakunyan produk mereka di pasaran lokal. Produk mereka, ternyata masih kalah dengan produk impor. Keluhan ini bermunculan ketika keluar kebijakan penggunaan produk dalam negeri oleh Jokowi.
Keluhan yang paling sering terjadi di lapangan, yakni tidak dibelinya produk dari produsen lokal. Meski kata dia, selama ini mereka sudah melengkapi diri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Keluhan selama ini, sebagian besar produk dalam negeri, tidak dibeli atau tidak laku di pasaran lokal. Sehingga, banyak perusahaan-perusahaan enggan untuk memperpanjang sertifikat-nya atau tidak mau mengusulkan yang baru,” kata Nila.
Umumnya ada ada dua sisi keluhan di pasaran yang harus segera diatasi. Pertama, yakni dari sisi deman-nya. Deman harus dijaga, dengan terus menggalakkan upaya membeli produk dalam negeri. Sebab, bila tidak dijaga maka industri akan rugi atau tidak laku. Kedua, dari sisi suplay-nya. Supply juga harus dijaga, untuk memenuhi sesuai kebutuhan Deman.
“Jadi, dua-duanya kita tidak bisa saling menyalahkan, gara-gara deman, tapi memang untuk tadi kita ngomong skala ekonomi, itu kuncinya ada di deman. Kalau ada yang mau beli, tentu industri harus siap,” ucapnya.
Untuk sisi deman, saat ini pemerintah harus mulai bergerak dulu, baru industrinya. Kemudian, untuk industrinya, harus tetap menjaga ketersediaan. Sehigga nantinya ini akan menjadi berkesinambungan terus. “Jadi hubungan ini harus kontinyu, dan perbaikannya juga kontinyu, harus improvement terus-terusan,” ujarnya.
Selama ini, kendala yang mengakibatkan produk mereka tidak laku di pasaran, karena selama ini masyarakat, terlanjur terlena dengan produk impor. Seperti misalnya, zaman sekolah, waktu kuliah, alat-alat Lab-nya semua impor.
“Sewaktu menjadi mahasiswa misalkan di kedokteran, dokter-dokter, suster sudah terbiasa dengan produk luar. Kemudian, tiba-tiba menjadi PNS, diminta pakai produk lokal, bisa dibayangkan, karena kan produk itu tidak hanya kualitas, tapi kenyamanan,” ujarnya.
Lebih lanjut kata dia, terkait produk, memang ada orang suka merek-merek tertentu, yang menyangkut masalah kenyamanan. Karena sudah nyaman dengan produk impor, untuk bisa dialihkan ke produk lokal atau dalam negeri, itu perlu perjuangan.
“Ini juga harus kita hargai bareng-bareng, deman sudah berkenan menggunakan produk dalam negeri, ya kita harus apresiasi dong, sehingga bentuk apresiasinya, kita jaga tuh produsen dalam negerinya, untuk memberikan yang terbaik. Misalkan nanti di tengah jalan ada yang kurang-kurang, atau dalam tanda petik ada rusak-rusak, ya harus memberikan pelayanan yang Prima,” tegasnya.