Kasus PMI Berkedok Magang di Bali, Nyoman Partha Ancaman Buka Data di Hadapan Anggota Komisi X Saat Reses di LLDIKTI

0
128

DENPASAR, REPORTASE BALI- Rektor STIKOM Bali DR. Dadang Hermawan dipermalukan di hadapan belasan rektor dan dosen di Aula LLDIKTI Bali, Rabu sore (28/5/2025) dalam acara Reses dengan Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan. Reses tersebut menghadirkan seluruh anggota Komisi X DPR RI yang dipimpin oleh Ketua Tim Komisi X DPR RI, Hj. Himmatul Aliyah, S.Sos beserta seluruh anggota lainnya. Dalam acara itu hadir juga Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, DR. Chatarina Muliana, S.H., S.E., M.H, beserta jajarannya yakni Eselon I Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia, yang diwakili oleh Prof. Amarulla Octavian, selaku Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Ambarita Damanik, Staf Ahli Kementerian Pemuda dan
Olahraga Republik Indonesia, Muhammad Yusro selaku Sekretaris BSKAP (Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan). Sementara dari LLDIKTI Bali hadir para rektor, wakil rektor, para kepala badan dari satu pendidikan tinggi.

Saat dialog terjadi, Anggota DPR RI Komisi X asal Bali Nyoman Partha melakukan penjelasan yang mengagetkan para peserta yang hadir. Selain menyitir soal angka buta huruf di Bali di jenjang SD dan SMP, politisi asal Gianyar tersebut juga mengangkat isu tentang kasus yang menimpa puluhan PMI yang gagal berangkat keluar negeri dengan motif magang yang diduga ada keterlibatan ITB STIKOM Bali. Puluhan PMI berkedok magang. Ia menyebut bahwa kasus ini sudah banyak terjadi dimana banyak kampus melakukan hal yang sama di seluruh Indonesia. Namun yang disesalkan adalah banyak mahasiswa magang keluar negeri tidak sesuai yang diharapkan. Para mahasiswa magang keluar negeri tidak linier dengan bidang keilmuan yang sudah disiapkan di kampusnya.

Di Bali, kasus itu terjadi di ITB STIKOM Bali. “Dalam seminggu terakhir saya menerima pengaduan, bahwa ada salah satu kampus di Bali, saya sebut saja karena ini pertemuan resmi dan terbuka, yakni Kampus ITB STIKOM Bali, sudah banyak disebutkan oleh media. Saya juga sudah didatangi oleh sekitar 7 orang korban yang mewakili puluhan korban lainnya, bahwa Kampus ITB STIKOM Bali menerima sejumlah uang dari para peserta atau calon magang. Usianya rata-rata sudah 35-50 tahun. Mereka umumnya sudah tamat S1,” ujarnya.

Baca Juga :   UNBK di SMP Negeri 7 Berjalan Lancar

Partha menjelaskan, hasil diskusi dengan pimpinan LLDIKTI, bahwa jika seorang mahasiswa di kampus pertama jurusan pertanian, maka di tempat magang keluar negeri harus masuk di jurusan pertanian. Jadi harus linier dengan keilmuan yang sudah diterima peserta. Boleh melakukan pekerjaan lain, asalkan tidak mengganggu pekerjaan utama dan hanya mengisi waktu. “Tetapi yang dilakukan oleh ITB STIKOM Bali ini tidak nyambung. Sebab para peserta ditawari untuk bekerja di Inggris, lalu gagal, kemudian pindah ke Portugal, gagal lagi kemudian pindah ke Polandia. ITB STIKOM Bali juga menerima sejumlah uang yang fantastis. Kami sudah dilaporkan. Ini harus diperjelas oleh Ibu Irjen Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, DR. Chatarina Muliana. Kita kuatir kampus-kampus yang lainnya juga melakukan hal yang sama, yakni PMI, bukan magang,” ujarnya. Jadinya bukan mahasiswa magang tetapi PMI. “Kami minta agar dilakukan pengawasan agar tidak terjadi lagi,” ujarnya.

Mendengar cercaan itu, Rektor STIKOM Bali DR. Dadang Hermawan langsung meminta waktu untuk bicara. “Mohon izin pimpinan, saya ingin klarifikasi terkait apa yang disampaikan Bapak Nyoman Partha,” ujarnya. Dadang Hermawan menjelaskan, kasus ini awalnya tidak berakibat fatal seperti ini, karena banyaknya permohonan beasiswa karena beasiswa di luar sana terbatas dan sulit. “Kami sudah membuka program itu dan berjalan dengan bagus. Yang benar adalah kuliah di ITB STIKOM Bali selama setahun atau dua semester, sambil mempersiapkan magang ke Jepang. Kemudian karena waktu diizinkan untuk melakukan kuliah online 49%, lalu satu tahun mereka cuti sambil kerja. Kemudian kuliah secara online, selama satu tahun sambil kerja, lalu kembali ke Bali untuk kuliah lebih lanjut selama satu semester. Mereka lulus, dapat uang, dapat pengalaman lalu bisa kembali ke luar negeri atau bekerja dalam negeri dengan pengalaman dari luar negeri,” urainya.

Baca Juga :   Tim Jaya Prana dan Layon Sari SMK PGRI 1 Badung Kembali Raih Juara di Lomba Senam Pramuka

Program ini tidak dilaksanakan sendiri oleh ITB STIKOM Bali tetapi sudah bekerja sama dengan LPK sesuai regulasi yang ada. Karena program ini sudah berjalan bagus selama beberapa tahun, maka ITB STIKOM Bali membuka kuliah khusus untuk para PMI. “Karena tidak punya izin untuk penyaluran PMI keluar negeri maka kami bekerja sama dengan P3MI yang sudah memiliki legalitas pengiriman PMI keluar negeri,” ujarnya. Malahan ITB STIKOM Bali sudah ada MoU dengan Kepala BP2MI di Jakarta untuk mengirim, melatih, mendidik PMI sebelum keluar negeri. Ternyata tidak ada kerja sama B to B antara BP2MI dengan negara penerima maka ITB STIKOM Bali harus bekerja sama dengan perusahaan penyalur PMI yang resmi. “Tugasnya adalah perusahaan menyiapkan penempatan dan kami melatih dan mendidiknya,” ujarnya. Ada biaya yang masuk ke kampus namun tidak semuanya benar. Kampus hanya memungut Rp 5 juta, namun kampus akan konfirmasi ke mahasiswa apakah biaya itu merupakan biaya pemberangkatan atau biaya tambahan kuliah. “Kalau merupakan biaya pemberangkatan maka kami akan transfer ke perusahaan yang akan mengurusnya,” ujarnya.

Perdebatan pun terjadi. Nyoman Partha langsung menyela dan meminta Rektor STIKOM Bali DR. Dadang Hermawan untuk berhenti berbicara. “Cukup pak. Saya sudah paham apa yang bapak bicarakan. Saya tidak enak kalau berbicara di hadapan semua ini. Saya memiliki data, banyak yang sudah mengadu. Mereka usianya sudah di atas 30 tahun dan tidak pernah kuliah tetapi tetap harus bayar dan mendapatkan NIM. Cukup saja penjelasan bapak. Jangan pancing saya untuk membuka semua ini. Ada bukti transfer ke kampus lebih dari Rp 17 juta perorang,” ujarnya. Partha langsung bertanya ke Irjen Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, DR. Chatarina Muliana, apakah kampus dibolehkan untuk mengirim PMI. “Tidak boleh, karena melanggar regulasi tidak mengizinkan. Sudah ada aturan yang mengaturnya,” ujarnya.

Baca Juga :   mPLS di SMK PGRI Denpasar Diikuti 800 Siswa